infosatu.co
DISKOMINFO KALTIM

BPBD Kaltim Petakan 13 Ancaman Bencana, Dorong Penanggulangan Generik dan Spesifik

Teks: Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Timur, Tresna Rosano

Samarinda, Infosatu.co – Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Tresna Rosano, memaparkan potensi ancaman bencana yang dihadapi wilayah Kalimantan Timur.

Hal ini disampaikannya dalam kegiatan Sosialisasi Dokumen Kajian Risiko Bencana (KRB) Tahun 2022–2026 dan Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Tahun 2023–2027 yang digelar di Hotel Puri Senyiur, Samarinda, pada Kamis, 31 Juli 2026.

Menurutnya, terdapat 13 jenis ancaman bencana yang dipetakan dalam dokumen KRB.

Ancaman tersebut meliputi banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem dan abrasi, gempa bumi, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kekeringan, tanah longsor, tsunami, epidemi dan wabah penyakit, kegagalan teknologi, pandemi COVID-19, serta likuefaksi.

“Dari 13 jenis ancaman ini, yang paling sering terjadi di Kalimantan Timur adalah banjir dan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla),” ungkapnya.

Untuk potensi bahaya karhutla, lanjutnya, daerah dengan risiko tertinggi meliputi Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, dan Kutai Timur. Sementara untuk banjir, hampir seluruh kabupaten/kota di Kalimantan Timur berpotensi terdampak.

Dia menerangkan bahwa dalam menghadapi ancaman tersebut, terdapat dua pendekatan penanggulangan, yaitu penanggulangan jenerik dan spesifik.

Penanggulangan generik adalah rekomendasi tindakan penanggulangan bencana berdasarkan kapasitas dan kelembagaan yang bersifat makro.

Terdapat tujuh rekomendasi utama:

1. Penguatan kebijakan dan kelembagaan.

2. Pengkajian risiko dan perencanaan terpadu.

3. Pengembangan sistem informasi, pendidikan dan pelatihan (diklat), serta logistik.

4. Penanganan tematik di kawasan rawan bencana.

5. Peningkatan efektivitas pencegahan dan mitigasi bencana.

6. Penguatan kesiapsiagaan dan penanganan darurat bencana.

7. Pengembangan sistem pemulihan pascabencana.

Salah satu rekomendasi penting dalam kategori generik adalah penerapan peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah (RTRW) untuk mendukung pengurangan risiko bencana.

Dia menekankan perlunya pembaruan RTRW yang terintegrasi dengan dokumen KRB 2022–2026 agar tata ruang dapat menjadi acuan bagi masyarakat.

“Misalnya, larangan mendirikan bangunan di bantaran sungai atau mencegah pengeringan area hijau, itu langkah nyata yang harus diikuti,” tegasnya.

Selain itu, ada rekomendasi peningkatan kapasitas dasar sekolah melalui program Sekolah dan Madrasah Aman Bencana dengan tiga pilar sekolah aman komprehensif, serta penguatan Rumah Sakit dan Puskesmas Aman Bencana dengan empat madul safety hospital.

Sementara itu, penanggulangan spesifik didasarkan pada tingkat risiko bencana di wilayah tertentu.

Dia mencontohkan, di daerah dengan risiko tinggi tanah longsor seperti Kabupaten Paser, Kutai Kartanegara, Kutai Barat, Kutai Timur, Berau, dan Mahakam Ulu, strategi mitigasi harus mencakup:

• Penataan ruang yang memperhatikan risiko tanah longsor, termasuk identifikasi lokasi rawan dan penempatan bangunan aman dari likuefaksi.

• Pembangunan sistem jalur evakuasi dengan sarana dan prasarana memadai.

• Edukasi kepada masyarakat agar tidak membangun rumah di tebing curam, tidak membuat kolam atau kebun di lereng, dan menjaga struktur lereng dengan terasering.

• Penanaman tanaman keras berakar dalam untuk mencegah erosi dan longsor.

• Pengembangan sistem informasi dini gerakan tanah berbasis masyarakat.

• Penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD) Pengurangan Risiko Bencana sebagai penjabaran teknis penanggulangan selama lima tahun.

“Melalui strategi ini, kita ingin tidak hanya menyiapkan pemerintah, tetapi juga melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain. Semua pihak harus sadar bahwa mitigasi bencana memerlukan perencanaan yang detail dan aksi nyata di lapangan,” ujar Tresna.

Ia menekankan, keberhasilan pengurangan risiko bencana sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan, aparat keamanan, dan masyarakat.

Dengan penerapan rekomendasi generik dan spesifik, Kalimantan Timur diharapkan lebih siap menghadapi 13 potensi ancaman yang ada.

“Harapan kami, dokumen ini tidak hanya menjadi catatan, tapi benar-benar diintegrasikan ke dalam pembangunan daerah. Dengan begitu, Kalimantan Timur bisa menjadi provinsi yang tangguh bencana,” pungkasnya. (Adv/diskominfokaltim)

Editor: Nur Alim

Related posts

Bapeten Sosialisasi Pemanfaatan Nuklir di Kaltim, Edukasi Publik dan Jaringan Komunikasi Daerah

adinda

Pemprov Kaltim Mediasi Sengketa Tanah Bontang-Kutim, Hasilkan 4 Poin Penting

Martinus

Krisis Pangan di Long Apari, BPBD Kaltim Siapkan Distribusi Logistik hingga Opsi Helikopter

adinda

Leave a Comment

You cannot copy content of this page