
Samarinda, Infosatu.co – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang tengah dibahas pada Rapat Paripurna ke-29 masa sidang ke-2 tahun 2025 di Gedung DPRD Kaltim.
Dua Raperda tersebut adalah perubahan ketiga Perda Nomor 11 Tahun 2009 tentang PT Migas Mandiri Pratama dan perubahan kedua Perda Nomor 9 Tahun 2012 tentang PT Penjaminan Kredit Daerah.
Meski mengapresiasi pembahasan keduanya, Fraksi PKB menilai revisi Perda terkait PT Migas Mandiri Pratama memiliki urgensi khusus.
Juru bicara Fraksi PKB sekaligus Sekretaris Komisi III DPRD Kaltim, Abdurahman KA, menegaskan bahwa pembaruan regulasi ini sudah menjadi kebutuhan mendesak karena aturan yang berlaku saat ini tidak lagi relevan dengan ketentuan perundang-undangan terbaru.
“Penyusunan perubahan Perda ini harus menghasilkan regulasi yang berkualitas, sesuai dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan, serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Kalimantan Timur,” ujarnya pada Jumat, 8 Agustus 2025.
Fraksi PKB menyoroti beberapa poin krusial dalam revisi, di antaranya ketentuan penyertaan modal, mekanisme rekrutmen direksi, dan penatausahaan laporan keuangan perusahaan.
Rekrutmen direksi, katanya, harus berlandaskan profesionalisme dan sistem meritokrasi, bukan berdasarkan kedekatan personal atau kepentingan politik.
Selain itu, revisi juga perlu mempertimbangkan penyesuaian dengan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016, terutama pasal yang mengatur Participating Interest (PI) 10%.
Dalam ketentuan ini, PI 10% adalah besaran maksimal hak partisipasi yang wajib ditawarkan kontraktor kepada badan usaha milik daerah (BUMD) pada kontrak kerja sama migas.
“Penyesuaian ini penting agar hak daerah dalam pengelolaan migas dapat dioptimalkan sesuai ketentuan nasional,” tegasnya.
Bagi Fraksi PKB, revisi Perda ini tidak boleh berhenti pada penyesuaian administrasi dan hukum semata.
Orientasi perubahan harus diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, termasuk kelompok rentan yang sering kali tidak mendapat manfaat langsung dari keberadaan BUMD.
Dia menegaskan, PT Migas Mandiri Pratama sejak awal dibentuk untuk memperkuat posisi Kalimantan Timur dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya migas.
Oleh karena itu, arah kebijakan setelah revisi harus memastikan bahwa perusahaan ini tidak hanya mengejar keuntungan finansial, tetapi juga memberikan kontribusi berkelanjutan pada pendapatan asli daerah (PAD) dan pembangunan ekonomi lokal.
“BUMD ini seharusnya menjadi motor penggerak pembangunan daerah, bukan hanya entitas bisnis yang mengejar profit tanpa arah yang jelas bagi kesejahteraan rakyat,” ujarnya.
Ia juga meminta Pemprov Kaltim memperkuat pengawasan dan monitoring terhadap PT Migas Mandiri Pratama.
Pengawasan yang ketat dinilai penting untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan, memastikan akuntabilitas, dan menjaga orientasi bisnis tetap sejalan dengan kepentingan publik.
Selain itu, Fraksi PKB mendorong adanya analisis mendalam terhadap dampak jangka panjang dari setiap perubahan orientasi perusahaan.
Dengan begitu, strategi pengelolaan BUMD tidak hanya menghasilkan keuntungan jangka pendek, tetapi juga mendukung pencapaian target pembangunan daerah dalam jangka panjang.
“Kalau revisi ini selesai dibahas, kami ingin publik bisa merasakan perubahannya, bukan sekadar melihat dokumen hukum baru,” katanya.
Ia menambahkan, pembahasan revisi Perda No. 11/2009 ini akan dilanjutkan melalui Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kaltim.
PKB berharap pembahasan berjalan transparan, berbasis kajian akademis yang kuat dan mempertimbangkan keberlanjutan manfaat bagi masyarakat.
“Harus ada komitmen bersama bahwa hasil revisi ini benar-benar menjadi instrumen pembangunan, bukan sekadar perubahan teks peraturan,” tuturnya.
Fraksi PKB juga mengingatkan bahwa revisi ini harus menjadi momentum memperkuat peran BUMD dalam membangun ekonomi lokal.
Perubahan aturan, katanya, jangan hanya menjadi formalitas yang berhenti pada dokumen, melainkan membawa dampak yang benar-benar terasa.
Ia menekankan pentingnya memastikan hak daerah dari PI 10% dikelola dengan tepat sasaran, demi mendorong peningkatan PAD dan pemerataan hasil pembangunan.
Untuk itu, tata kelola perusahaan harus diperkuat melalui mekanisme rekrutmen direksi yang profesional dan transparan.
“Kalau kita hanya mengubah aturan tanpa mengubah orientasi dan tata kelola, maka tidak akan ada bedanya dengan sebelumnya,” jelasnya.
Abdurahman juga menyoroti perlunya pengawasan dan monitoring berkelanjutan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim, tidak hanya saat revisi Perda berlangsung, tetapi juga dalam implementasinya di lapangan.
Ia menilai, langkah ini krusial untuk menjaga agar kebijakan perusahaan selalu berpihak pada kepentingan publik.
“Kalau hasil revisi ini tidak memberi perubahan positif yang terasa, maka tujuannya akan meleset dari harapan awal,” tutupnya.