
Samarinda, infosatu.co – Masalah parkir liar di Kota Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menjadi sorotan, namun kali ini DPRD menyoroti akar persoalan yang lebih dalam yakni lemahnya pembinaan terhadap para juru parkir (jukir).
Hal itu disampaikan Ketua Komisi III DPRD Samarinda Deni Hakim Anwar.
Ia menilai upaya penertiban tidak akan berdampak signifikan tanpa pembenahan sistem pelatihan dan pengawasan terhadap jukir.
“Permasalahan ini tidak bisa hanya ditangani dari sisi penertiban. Kita harus mulai dari hulunya: memastikan jukir yang turun ke lapangan adalah tenaga yang sudah dibina dan dilatih secara memadai oleh Dishub,” tegasnya belum lama ini
Menurutnya, banyak jukir masih belum memahami aturan dasar mengenai penempatan kendaraan termasuk larangan parkir di area yang dilarang seperti median jalan dan trotoar.
Ini menjadi indikator bahwa sistem pembinaan belum berjalan maksimal.
“Kami ingin Dishub memiliki data konkret: berapa banyak jukir yang sudah dilatih, di mana mereka ditempatkan, dan seperti apa pemantauan terhadap kinerja mereka di lapangan,” jelasnya.
Deni juga menyoroti menjamurnya jukir ilegal yang kerap membiarkan kendaraan parkir sembarangan di zona terlarang.
Kondisi ini tak hanya membuat lalu lintas semrawut, tapi juga menciptakan kesan bahwa pengelolaan perparkiran di kota ini tidak berjalan.
“Kalau dibiarkan ini bisa memunculkan praktik liar yang merugikan pengguna jalan dan memperburuk wajah kota. Maka pengawasan dan ketegasan harus jadi prioritas,” ujarnya.
Lebih jauh, DPRD melalui Komisi III DPRD Samarinda akan terus mengawal kinerja Dishub serta mendorong reformasi regulasi dan mekanisme perizinan parkir agar lebih akuntabel dan transparan.
“DPRD siap mendukung langkah-langkah korektif, termasuk penyusunan kebijakan baru, asalkan ada komitmen kuat dari Dishub untuk memperbaiki situasi ini secara menyeluruh,” tegasnya.
Ia menambahkan, penataan sistem parkir bukan hanya soal teknis di lapangan, melainkan menyangkut tata kelola kota secara menyeluruh.
“Parkir adalah wajah kota. Jika tidak ditangani dengan baik, maka akan berdampak pada mobilitas warga, kenyamanan lingkungan, hingga potensi pendapatan daerah yang hilang akibat kebocoran retribusi. Kita ingin sistem yang tertib, adil, dan profesional,” pungkas Deni.