Samarinda, infosatu.co — Suasana antusias dan penuh semangat terlihat di Swis-Belhotel Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) dalam pelaksanaan workshop tari tradisional sebagai bagian dari rangkaian East Borneo International Folklore Festival (EBIFF) 2025 pada Minggu, 27 Juli 2025.
Pada sesi ini, seluruh peserta mancanegara diarahkan untuk belajar tari Japin, salah satu tarian pesisir khas Kalimantan Timur yang sarat nilai budaya Melayu dan Islam.

Citra Natasya, perwakilan dari CIOFF Indonesia (Conseil International des Organisations de Festivals de Folklore et d’Arts Traditionnels), menjelaskan bahwa latihan hari ini difokuskan pada tari Zapin atau Japin yang akan dibawakan oleh seluruh delegasi dalam sesi penutupan EBIFF.
“Negara-negara yang hadir hari ini belajar tari Japin yang akan mereka tampilkan bersama saat Closing Ceremony. Panitia dari Dinas Pariwisata dan tim CEO memfasilitasi mereka dengan pelatih profesional, termasuk dari Yayasan Gubang. Ini bagian dari pertukaran budaya yang luar biasa, karena mereka bukan hanya menonton budaya kita, tapi juga ikut menarikan,” ujarnya.
Latihan tari Japin dilakukan secara intensif selama satu jam dan dijadwalkan selesai sebelum waktu makan siang.
Sebelumnya, setiap delegasi telah menerima video tutorial sebagai bahan latihan mandiri sebelum pelatihan langsung ini digelar.
Tujuannya, agar seluruh peserta bisa menyamakan langkah, memahami koreografi, dan menyesuaikan posisi saat tampil di panggung penutupan.
“Gerakan dasarnya sudah kami kirimkan lewat video, tapi untuk detailnya memang baru bisa disampaikan secara langsung hari ini. Kita ingin agar seluruh peserta baik dari luar negeri maupun provinsi bisa tampil seragam dan kompak,” lanjutnya.
Dia juga menuturkan bahwa partisipasi dari delegasi lima negara yakni India, Korea Selatan, Rumania, Rusia, dan Polandia menunjukkan semangat yang luar biasa.
Meskipun mereka datang dengan jadwal padat, antusiasme peserta tetap tinggi.
“Mereka sangat semangat. Bahkan beberapa dari mereka mencari tahu sendiri lewat internet tentang budaya Kalimantan Timur. Ini menjadi pengalaman yang sangat membekas buat mereka,” tambahnya.
Tak hanya latihan tari, EBIFF 2025 juga menghadirkan program Country’s Night yang mempertemukan tiga negara setiap malam untuk saling berbagi budaya.
Pada malam sebelumnya, Rumania, India, dan Rusia tampil. Sementara pada malam ini, giliran Polandia, Korea, dan Indonesia yang menjadi tuan rumah.
“Setiap negara diberi waktu sekitar 30 menit untuk memperkenalkan budaya mereka. Ini jadi ruang pertukaran budaya yang informal, hangat, dan interaktif. Malam ini kita mulai cukup larut karena mereka harus tampil di dua tempat dulu, baru sekitar pukul 11 malam dimulai,” jelasnya.
Agenda pertukaran budaya akan dilanjutkan dengan kunjungan ke sekolah-sekolah di Samarinda, di mana peserta asing akan menyaksikan pentas seni dari pelajar lokal dan bahkan mengajarkan gerakan tari atau memperkenalkan kostum tradisional mereka.
“Kami sebar mereka ke lima sekolah. Ada yang ke dua sekolah, ada juga yang hanya satu. Semua jadwal sudah disusun agar kegiatan berjalan paralel dan efisien,” ujarnya.
Selain itu, peserta mancanegara juga dijadwalkan mengunjungi Ibu Kota Negara (IKN) dan destinasi wisata lokal seperti Pantai Batu pada hari terakhir sebelum kepulangan mereka.

Sementara itu, Hariyansah, pendiri Yayasan Gubang, yang menjadi pelatih utama tari Japin, menjelaskan bahwa tarian ini merupakan simbol budaya pesisir Kalimantan Timur dan dipilih karena mudah dipelajari oleh peserta dari berbagai latar belakang.
“Japin ini adalah representasi dari budaya Melayu pesisir Kalimantan Timur. Gerakannya banyak menggunakan tangan dan kaki, serta berpindah tempat, tapi tetap dinamis dan tidak rumit. Rata-rata peserta adalah penari profesional, jadi mereka cepat tangkap,” ujarnya.
Workshop yang berlangsung hari ini berfokus hanya pada tarian Japin.
Pelatihan ini menjadi bekal bagi seluruh peserta sebelum tampil dalam flash mob masal di Closing Ceremony besok, yang diperkirakan akan melibatkan seluruh delegasi mancanegara, provinsi, penonton, hingga tamu-tamu kehormatan.
“Flash mob akan digelar di akhir acara. Tahun lalu juga seperti itu, dan penontonnya memenuhi stadion. Kita harap tahun ini bisa lebih meriah,” lanjutnya.
Ia juga mengusulkan agar pertunjukan flash mob yang melibatkan peserta internasional ini bisa didaftarkan sebagai rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
“Ini bisa jadi ide ke depan, ya. Karena belum pernah didaftarkan ke MURI. Bayangkan tari masal bukan hanya oleh orang lokal, tapi oleh peserta dari lima negara. Saya akan sampaikan usulan ini ke Dinas Pariwisata,” ucapnya.
Dengan keterlibatan aktif peserta internasional dan konsep pertukaran budaya yang menyenangkan, EBIFF 2025 membuktikan bahwa diplomasi budaya bisa berjalan dengan cara yang inklusif, ringan, namun berdampak besar.