
Samarinda, infosatu.co – Insiden longsor yang terjadi di proyek terowongan penghubung antara Jalan Sultan Alimuddin dan Jalan Kakap, Kota Samarinda, menuai sorotan tajam dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim).
Proyek dengan nilai anggaran sebesar Rp395,9 miliar yang digadang-gadang sebagai solusi kemacetan jangka panjang, justru kini dipertanyakan dari sisi keselamatan dan kelayakan teknis.
Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Subandi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut.
Ia menegaskan bahwa insiden ini seharusnya menjadi peringatan serius bagi pemerintah daerah (Pemda) dan seluruh pihak teknis yang terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek infrastruktur tersebut.
“Ini tidak bisa didiamkan. Dengan adanya longsor, saya harap tidak ada dampak lanjutan yang membahayakan warga sekitar,” ujarnya saat ditemui pada Senin, 14 Juli 2025, usai rapat di DPRD Kalimantan Timur.
Dia menyatakan, proyek infrastruktur sebesar ini tidak boleh hanya berfokus pada penyelesaian fisik dan target serapan anggaran semata.
Menurutnya, aspek keselamatan masyarakat dan deteksi dini terhadap potensi risiko, khususnya longsor, harus menjadi prioritas utama sejak tahap perencanaan.
“Tim lapangan harus benar-benar teliti. Jangan sampai peristiwa ini terulang. Semua risiko harus dikaji secara komprehensif, termasuk sistem drainase dan penguatan lereng,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti lemahnya pemetaan geoteknik dalam proyek ini.
Menurutnya, proyek yang dibangun di kawasan dengan kontur tanah curam membutuhkan kajian teknis mendalam berbasis data ilmiah, bukan sekadar asumsi atau perkiraan umum.
“Pemetaan area rawan itu krusial. Kita tidak bisa bekerja berdasarkan asumsi. Keselamatan harus jadi pijakan,” ucapnya.
Subandi juga mengkritisi minimnya keterlibatan tenaga ahli independen dalam proses evaluasi proyek.
Ia menyebut, selama ini pemerintah kota terkesan tertutup terhadap masukan teknis yang datang dari luar instansi pelaksana.
“DPRD Kalimantan Timur meminta agar proyek ini tidak dilanjutkan sebelum ada evaluasi teknis menyeluruh. Libatkan akademisi, pakar geoteknik, dan lembaga independen lainnya untuk meninjau ulang kelayakan proyek,” tegasnya.
Ia menambahkan, status proyek sebagai program strategis daerah tidak bisa dijadikan alasan untuk mengebut penyelesaian tanpa memperhatikan aspek teknis dan keselamatan.
“Meski proyek ini strategis, bukan berarti pemerintah boleh abai terhadap kondisi teknis dan risiko keselamatan. Jangan sampai hanya karena ingin mengejar tenggat waktu, aspek fundamental diabaikan,” katanya.
Subandi menutup pernyataannya dengan mengingatkan agar perencanaan proyek ke depan lebih komprehensif dan transparan, agar tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar, baik dari sisi anggaran maupun keselamatan masyarakat.