Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mendorong seluruh pelaku usaha jasa konstruksi agar memastikan pekerjanya terlindungi melalui program BPJS Ketenagakerjaan.
Pasalnya, biaya untuk memberikan perlindungan tersebut tergolong sangat rendah, yaitu hanya sekitar Rp14 ribu per orang untuk satu proyek pekerjaan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim, Rozani Erawadi, saat menjelaskan upaya peningkatan keselamatan kerja dan perlindungan sosial bagi tenaga konstruksi, di Kantor Gubernur, pada Senin, 30 Juni 2025.
“Kalau kita bisa hitung, dari kebutuhan tenaga kerja proyek konstruksi di Kaltim, satu orang pekerja hanya membutuhkan Rp14.000 untuk bisa terlindungi BPJS Ketenagakerjaan. Itu sangat terjangkau,” jelasnya.
Ia menegaskan bahwa angka tersebut merupakan estimasi biaya perlindungan yang berlaku dalam program jaminan sosial tenaga kerja konstruksi, yang disediakan khusus oleh BPJS Ketenagakerjaan bagi proyek-proyek konstruksi dengan durasi kerja tertentu.
Program ini mencakup jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kematian (JKM).
Menurutnya, dengan membayar iuran yang sangat minim itu, pekerja konstruksi mendapatkan hak perlindungan secara hukum dan finansial apabila terjadi risiko kerja, termasuk kecelakaan, cacat, atau kematian.
Oleh karena itu, ia menekankan agar seluruh penyedia jasa konstruksi, baik pemerintah maupun swasta, wajib memasukkan biaya ini ke dalam perencanaan anggaran proyek mereka.
“Perlindungan terhadap pekerja itu bukan pilihan, tapi keharusan. Apalagi kita tahu, sektor konstruksi punya tingkat risiko kerja yang tinggi. Maka, iuran Rp14 ribu itu sangat kecil dibanding manfaat yang diperoleh,” tegasnya.
Disnakertrans juga telah mempercepat proses aktivasi jaminan sosial tersebut.
Jika sebelumnya masa perlindungan aktif dimulai 30 hari setelah pendaftaran, kini dipersingkat menjadi hanya 14 hari agar pekerja bisa langsung terlindungi sejak awal proyek berjalan.
“Kami sudah dorong agar sistem pembayarannya juga lebih cepat. Jadi dalam dua minggu setelah pekerjaan dimulai, pekerja sudah terlindungi. Ini penting untuk meminimalkan risiko,” ujarnya.
Rozani menyebutkan bahwa penerapan skema ini sudah tertuang dalam surat edaran yang disampaikan kepada seluruh perusahaan jasa konstruksi.
Selain itu, Pemprov Kaltim juga telah melakukan sosialisasi kepada kontraktor, konsultan, hingga pejabat pengadaan agar menjadikan perlindungan tenaga kerja sebagai bagian dari standar dalam proyek pembangunan.
Ia juga menyoroti bahwa peningkatan perlindungan ini sejalan dengan meningkatnya permintaan tenaga kerja konstruksi, terutama di wilayah sekitar Ibu Kota Nusantara (IKN).
Dengan volume pekerjaan yang tinggi, risiko kecelakaan juga meningkat, sehingga perlindungan sosial tidak bisa ditawar.
“Sektor konstruksi akan terus tumbuh di Kaltim, terutama karena proyek strategis nasional. Kita ingin pastikan bahwa pertumbuhan itu tidak mengorbankan keselamatan para pekerja,” katanya.
Lebih lanjut, Rozani menyebut bahwa sertifikasi keahlian tenaga kerja juga menjadi bagian penting dalam mendukung keselamatan dan kualitas pekerjaan.
Kombinasi antara kompetensi dan perlindungan sosial akan menciptakan tenaga kerja yang tidak hanya aman tetapi juga berkualitas dan berdaya saing tinggi.
“Kita harap semakin banyak pekerja bersertifikat yang juga terlindungi secara sosial. Ini demi perlindungan jangka panjang bagi mereka, dan juga untuk memastikan proyek-proyek di Kaltim berjalan dengan baik,” ujarnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Hartono Basuki, yang juga menyoroti lemahnya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) beberapa waktu lalu.
Ia menilai banyak pekerja konstruksi di lapangan belum memperoleh perlindungan yang layak, baik dari sisi alat pelindung diri (APD) maupun jaminan sosial ketenagakerjaan.
“Banyak pekerja kita di lapangan masih kerja tanpa APD, bahkan pulang jalan kaki karena tak disediakan transportasi. Ini jelas tidak manusiawi,” tegasnya saat ditemui di Kantor DPRD Kaltim, pada Selasa 1 Juli 2025.
Menurutnya, proyek sebesar IKN seharusnya menjadi contoh dalam penerapan K3, bukan justru menjadi sorotan karena buruknya perlindungan tenaga kerja.
Ia menyebut banyak pekerja yang direkrut dari pihak ketiga tanpa pengawasan ketat terhadap pemenuhan hak-haknya.
“Kalau proyek besar seperti ini saja abai, bagaimana proyek yang lebih kecil?” katanya.
Hartono juga menekankan bahwa pemerintah dan kontraktor harus memperhatikan aspek keselamatan kerja, bukan hanya mengejar target pembangunan fisik.
Ia mengingatkan bahwa risiko kecelakaan kerja di sektor konstruksi cukup tinggi, sehingga penegakan standar K3 wajib dikedepankan.
DPRD Kaltim, lanjutnya, mendorong agar pengawasan lapangan lebih ditingkatkan.
Ia menilai laporan administratif saja tidak cukup untuk memastikan semua pekerja benar-benar terlindungi.
“Kita tidak bisa hanya percaya pada laporan. Harus ada inspeksi langsung, terutama di area padat seperti sekitar IKN,” terangnya.
Dia berharap seluruh pihak, mulai dari pemerintah daerah, kontraktor, hingga lembaga pengawas, benar-benar serius dalam menjamin keselamatan pekerja. Menurutnya, keselamatan kerja tak boleh dikorbankan hanya demi efisiensi anggaran (Adv/Diskominfokaltim)
Editor : Nur Alim