
Samarinda, infosatu.co – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis, menegaskan bahwa tidak boleh ada satu pun anak yang dirugikan dalam proses mendapatkan pendidikan hanya karena adanya konflik internal di lingkungan sekolah.
Penegasan ini disampaikannya menanggapi informasi mengenai pemindahan kepala sekolah SMA Negeri 10 Samarinda ke SMA Plus Melati yang diduga berkaitan dengan ketidakharmonisan dalam proses pengelolaan sekolah.
Dia mengaku belum mengetahui secara rinci duduk perkara yang sebenarnya terjadi di SMA 10.
Namun, menurutnya, apapun dinamika internal yang terjadi antara pihak sekolah dan dinas terkait, tidak boleh berdampak pada terganggunya proses belajar mengajar para siswa.
“Saya belum menerima laporan detail mengenai kasus ini, jadi belum bisa berkomentar terlalu jauh,” ungkapnya saat ditemui di Gedung DPRD Kaltim, pada Senin, 30 Juni 2025.
Menurutnya, prinsip dasar pendidikan tentu sudah jelas, pendidikan anak tidak boleh terganggu hanya karena adanya gesekan antara pejabat sekolah dengan dinas atau lembaga lain.
Dikatakannya, seluruh pihak, baik itu Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim maupun kepala sekolah, harus mampu menyelesaikan permasalahan dengan bijak dan mengedepankan kepentingan peserta didik.
Dia menyebut, hak atas pendidikan adalah hak dasar anak bangsa yang dijamin oleh Undang-Undang.
Maka sudah menjadi tanggung jawab semua pihak, baik pemerintah maupun lembaga pendidikan, untuk menjamin hak tersebut terpenuhi.
“Kalau memang ada persoalan kepemimpinan atau komunikasi di sekolah, harus diselesaikan secara internal, jangan sampai anak-anak menjadi korban. Fokus utama kita harus tetap pada kelangsungan pendidikan yang baik dan nyaman untuk mereka,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, apabila diperlukan, DPRD Kaltim siap memfasilitasi mediasi antara pihak-pihak terkait guna menyelesaikan masalah ini secara terbuka dan objektif.
Namun, dia menyarankan agar terlebih dahulu dilakukan pendalaman kasus di tingkat Komisi IV DPRD Kaltim, yang membidangi pendidikan.
“Kita minta Komisi IV untuk menindaklanjuti informasi ini. Kalau memang benar ada hal yang mengganggu proses belajar mengajar, maka harus segera diambil langkah-langkah solutif. Jangan sampai menunggu sampai situasi memburuk,” ujarnya.
Ananda juga menyampaikan pesan kepada seluruh tenaga pendidik dan kepala sekolah di Kaltim untuk tetap menjaga profesionalitas dan etika dalam bekerja.
Menurutnya, kepala sekolah memiliki peran strategis dalam menciptakan lingkungan belajar yang sehat dan kondusif.
“Pemimpin sekolah itu bukan sekadar jabatan administratif, tapi juga harus bisa jadi teladan dan pelindung bagi seluruh warga sekolah, termasuk murid dan guru. Komunikasi dengan dinas pun harus dijaga baik-baik agar semua kebijakan berjalan mulus,” katanya.
Ia juga mengingatkan bahwa Dinas Pendidikan sebagai lembaga pembina harus bersikap adil dan transparan dalam mengambil kebijakan, termasuk jika menyangkut rotasi atau penggantian kepala sekolah.
Segala bentuk keputusan harus mempertimbangkan asas keadilan, asas kebermanfaatan, dan tentunya kepentingan siswa.
“Semua kebijakan pendidikan seharusnya dirancang dan dijalankan untuk memajukan kualitas pendidikan. Maka ketika ada tindakan yang justru menimbulkan kegaduhan, ini harus dievaluasi,” tandasnya.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari Disdikbud Kaltim terkait alasan teknis pemindahan kepala sekolah SMA 10 tersebut.
Namun, berdasarkan informasi yang beredar, kepala sekolah sebelumnya dianggap kurang kooperatif dalam penyesuaian kebijakan pemindahan lokasi siswa.
Dengan mencuatnya isu ini, publik kini menanti sikap dari pemerintah daerah untuk memastikan bahwa proses pendidikan tidak terhambat oleh konflik struktural atau birokratis.
DPRD Kaltim pun berkomitmen untuk terus mengawal isu-isu strategis di bidang pendidikan, terutama yang berdampak langsung pada hak-hak dasar masyarakat.