
Samarinda, infosatu.co – Medan berat dan sulitnya akses antarwilayah di Kalimantan Timur (Kaltim), menjadi perhatian serius bagi DPRD Kaltim.
Hal ini khususnya saat menjalankan tugas pengawasan terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur Tahun Anggaran 2024.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi IV DPRD Kaltim, Damayanti, yang juga tergabung dalam Pansus LKPJ, usai pertemuan dengan pihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta, Jumat, 16 Mei 2025 malam.
Damayanti menuturkan pengalamannya yang cukup ekstrem saat melakukan verifikasi lapangan ke Kabupaten Berau.
Timnya sempat tertahan selama enam jam akibat surutnya air sungai, sehingga kapal yang menjadi satu-satunya moda transportasi tak dapat beroperasi.
“Kita sudah siapkan waktunya, sudah diatur perjalanannya, tapi begitu sampai di lokasi, ternyata air surut. Kapal enggak bisa lewat. Kita tertahan di situ sekitar enam jam,” ujarnya.
Menurutnya, tantangan serupa bukan hal asing di Kaltim, terutama untuk daerah-daerah yang hanya bisa diakses lewat jalur air atau memerlukan waktu tempuh darat berhari-hari.
Padahal, kerja Pansus dibatasi hanya 30 hari untuk menyelesaikan pengawasan terhadap 10 kabupaten/kota yang wilayahnya berjauhan dan sulit dijangkau.
DPRD Kaltim pun menyampaikan aspirasi kepada Kemendagri agar mempertimbangkan revisi aturan masa kerja pansus.
Damayanti mengusulkan adanya kebijakan khusus yang lebih realistis bagi daerah dengan kondisi geografis menantang.
“Aturan ini memang berlaku nasional, tapi jangan samakan kondisi Jawa dengan Kalimantan, Papua, atau wilayah kepulauan lain. Kami berharap ada kebijakan khusus, minimal perpanjangan menjadi 40 hari,” katanya.
Ia menekankan bahwa pengawasan tidak bisa hanya berdasarkan laporan tertulis. Pansus harus memverifikasi langsung di lapangan agar laporan pertanggungjawaban kepala daerah dapat diukur secara akurat dan menghindari risiko laporan fiktif.
Damayanti juga menegaskan bahwa usulan ini tidak hanya untuk Kaltim, tetapi juga untuk provinsi lain yang mengalami kendala geografis serupa.
Menurutnya, keadilan dalam kebijakan tidak berarti harus sama, melainkan harus adil dalam konteks tantangan yang berbeda.
“Ini menyangkut uang rakyat. Kalau kita tidak lihat langsung, bagaimana bisa tahu apakah benar program itu jalan,” katanya.
“Jangan sampai ada laporan fiktif yang luput karena keterbatasan waktu dan medan,” tegasnya.
Pihak Kemendagri, lanjut Damayanti, menyambut baik usulan tersebut dan akan menjadikannya sebagai bahan evaluasi.
“Mereka cukup terbuka. Mudah-mudahan ini jadi perhatian untuk revisi kebijakan,” pungkasnya.