
Samarinda, infosatu.co – Kasus tabrakan Jembatan Mahakam I kembali mengemuka dan menjadi perhatian luas masyarakat.
Pada Sabtu malam, 26 April 2025, jembatan bersejarah di Kota Samarinda tersebut kembali ditabrak oleh sebuah tongkang pengangkut batu bara.
Insiden ini memperpanjang deretan kecelakaan serupa, setelah sebelumnya pada 16 Februari 2024, jembatan yang sama juga ditabrak tongkang pengangkut kayu. Hingga kini, total sudah 23 kali Jembatan Mahakam I mengalami tabrakan.
Rentetan kejadian itu memicu kemarahan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Senin malam, 28 April 2025 di Gedung E DPRD Kaltim, suasana rapat memanas akibat ledakan kekecewaan anggota dewan terhadap pihak-pihak yang dianggap lalai.
Ketegangan meningkat saat Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, yang memimpin jalannya rapat, melakukan absensi terhadap para pihak yang diundang dalam RDP.
Salah satu undangan adalah Direktur PT Pelayaran Mitra Tujuh Samudra, perusahaan pemilik tongkang yang menabrak Jembatan Mahakam I pada 16 Februari 2025.
Namun, pihak perusahaan tidak hadir secara langsung, melainkan hanya mengirimkan kuasa hukum, dengan alasan kesulitan mendapatkan tiket pesawat.
Ketidakhadiran tersebut memicu amarah Wakil Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono.
Ia dengan tegas meminta kuasa hukum untuk meninggalkan ruang rapat dan melontarkan kecaman keras terhadap direktur perusahaan.
Sapto bahkan menyebut sang direktur sebagai “Manusia Dajjal”, mengingat sudah empat kali DPRD melayangkan undangan tanpa direspons secara layak.
“Kami mengundang untuk klarifikasi, bukan untuk diwakili oleh orang yang tidak bertanggung jawab atas kejadian ini. Silakan keluar dari ruangan ini,” tegas Sapto dalam rapat tersebut.
Adapun insiden tabrakan yang terjadi pada 26 April 2025 melibatkan kapal milik PT Energi Samudera Logistic yang menghantam pilar empat Jembatan Mahakam I.
Komisi II DPRD Kaltim sebelumnya telah berulang kali mengingatkan perlunya pengawasan ketat terhadap lalu lintas pelayaran di Sungai Mahakam, khususnya terhadap kapal-kapal bermuatan besar seperti tongkang batu bara dan kayu.
“Kami mendesak agar ada regulasi lebih tegas serta sanksi berat bagi pelaku yang menyebabkan kerusakan pada infrastruktur vital di Kaltim,” pungkasnya.