
Kutim, infosatu.co – Wakil Bupati Kutai Timur (Kutim), Kalimantan Timur (Kaltim), Mahyunadi menegaskan komitmennya menjaga independensi pemerintah daerah dalam relasi dengan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayah setempat.
Di hadapan warga dan perangkat desa, ia menyampaikan bahwa pejabat daerah harus mampu menjaga jarak secara etis dari fasilitas yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Pernyataan tersebut disampaikan Mahyunadi saat membuka Turnamen Bola Voli Open Cup I Desa Saka, Kecamatan Sangkulirang, Sabtu 8 November 2025
Ia menekankan bahwa menjaga integritas bukan hanya soal menegakkan aturan, tetapi juga keputusan sehari-hari yang tampak sederhana namun menentukan marwah jabatan publik.
Mahyunadi menjelaskan bahwa dirinya menolak fasilitas penginapan maupun jamuan dari perusahaan bukan karena sikap antipati, melainkan sebagai upaya memastikan proses pengawasan dan pengambilan keputusan tetap objektif.
“Makanya saya di mana-mana kalau mau dijamu-jamu perusahaan, disiapkan camp, nginap, saya lebih baik pulang-pergi (PP) saja. Nginap tidur di mobil saja,” tutur Mahyunadi.
Menurutnya, hubungan yang terlalu dekat dengan perusahaan dapat menciptakan beban moral yang pada akhirnya menghambat kewenangan pemerintah dalam melakukan tindakan tegas apabila diperlukan.
“Karena kalau nginap di perusahaan nanti kita utang budi lagi. Bisa perusahaan bermasalah kita enggak bisa menindak,” jelasnya.
Ia menilai bahwa prinsip jaga jarak tersebut bagian dari upaya menegakkan kepercayaan publik, terutama di desa-desa yang selama ini menjadi wilayah operasi berbagai perusahaan besar.
Masyarakat, menurut Mahyunadi, perlu diyakinkan bahwa kebijakan pemerintah tidak terpengaruh oleh kedekatan personal maupun fasilitas dari pihak swasta.
Di luar persoalan etika hubungan pejabat dan perusahaan, Mahyunadi yang juga menjabat sebagai Ketua Tim Corporate Social Responsibility (CSR) Kutim.
Mahyunadi menyoroti pengelolaan dana tanggung jawab sosial perusahaan yang selama ini dianggap rawan tidak tepat sasaran.
Ia meminta Kepala Desa Saka untuk memastikan setiap bentuk bantuan perusahaan benar-benar ditujukan bagi masyarakat luas dan tidak berhenti pada lingkaran kecil pejabat atau elite desa.
“Yang penting nanti saya pesan Pak Kades, kalau perusahaan bantu, bantuan itu untuk masyarakat. Jangan untuk Pak Kades saja, jangan untuk pejabatnya saja bantuan itu. Harus dibuka semuanya untuk kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Pesan tersebut menjadi penanda bahwa pemerintah daerah ingin memastikan mekanisme CSR berjalan transparan.
Selama ini, penyaluran CSR kerap menuai kritik karena tidak selalu diumumkan kepada publik atau tidak melibatkan warga secara langsung dalam perencanaan dan pelaporan.
Dalam kesempatan itu, Mahyunadi juga meminta pemerintah desa agar tidak segan-segan melapor apabila ada perusahaan yang tidak kooperatif atau mengabaikan kewajiban sosialnya.
Ia menilai bahwa keberadaan perusahaan di Kutai Timur seharusnya memberikan dampak nyata bagi masyarakat sekitar, bukan sekadar menjalankan operasi bisnis tanpa kontribusi sosial yang jelas.
Dengan sikap tegas tersebut, Pemkab Kutim berharap hubungan pemerintah dengan perusahaan dapat berjalan secara profesional, bebas dari intervensi, dan tidak menciptakan ruang bagi praktik yang merugikan masyarakat.
Mahyunadi menilai bahwa pembangunan hanya dapat berjalan efektif apabila pemerintah daerah menjaga integritas dan masyarakat
merasakan manfaat nyata dari keberadaan industri di lingkungan mereka. (Adv)
