
Samarinda, infosatu.co – Bagi Via Regianya Setyawati, Kalimantan Timur (Kaltim) bukan sekadar tempat tinggal. Sejak ia dan keluarganya pindah ke Samarinda pada 1997, Kaltim menjadi ruang tumbuh, tempat belajar, sekaligus wilayah yang ingin ia abdikan setelah dewasa.
Kini, perempuan kelahiran Kediri, 14 Oktober 1995 itu sedang menempuh pendidikan Magister Hukum di Universitas Mulawarman. Namun perjalanan akademiknya tak selalu mulus.
Via sempat ragu untuk lanjut studi karena Uang Kuliah Tunggal (UKT) semesteran mencapai Rp9 juta. Angka yang cukup berat ia tanggung sendiri.
“Waktu itu saya berpikir keras, apakah bisa lanjut atau harus menunda,” kenangnya.
Semua keraguan itu berubah ketika ia mengetahui adanya Program Gratispol Pendidikan Kaltim, sebuah bantuan biaya pendidikan yang ditanggung penuh oleh Pemerintah Provinsi Kaltim.
Informasi itu ia dapatkan melalui media sosial dan dibantu akademik kampus.
Ketika Usaha Bertemu Kesempatan
Via tidak butuh waktu lama untuk memutuskan mendaftar.
“Karena kalau menggunakan beasiswa, pasti lebih meringankan pembiayaan selama S2,” ucapnya.
Ia mengikuti seluruh prosedur, dan beberapa waktu kemudian, kabar baik datang. UKT-nya ditanggung 100 persen oleh Gratispol.
Baginya, bantuan ini seperti pintu besar yang akhirnya terbuka setelah lama terasa berat.
“Program ini sangat meringankan, apalagi bagi mahasiswa yang punya keterbatasan biaya tapi sangat ingin melanjutkan sekolah,” kata Via.
Dengan beban biaya yang terangkat, semangatnya justru meningkat. Ia merasa memiliki kewajiban moral untuk menyelesaikan studi dengan lebih serius.
“Goals saya jelas berubah. Karena dibiayai, saya harus menyelesaikan studi tepat waktu dan hasilnya harus baik,” tambahnya.
Belajar untuk Mengabdi Kembali
Meski lahir di Jawa, Via menegaskan dirinya tumbuh besar di Kaltim dan masa depannya pun ingin ia bangun di sini.
“Kaltim adalah rumah saya. Saya bekerja di bidang media informasi, dan dengan latar belakang hukum, saya ingin mengabdi di dua bidang itu,” ujarnya.
Bagi Via, pendidikan bukan sekadar gelar. Ini tentang bagaimana seseorang bisa memberi manfaat lebih luas ke masyarakat. Ia ingin menggunakan ilmunya untuk membantu pembangunan hukum dan informasi publik di Kaltim.
Program yang Membuka Jalan Baru
Meski sangat terbantu, Via mencatat satu hal penting. Masih banyak warga yang tahu nama Gratispol, tetapi tidak tahu caranya mendaftar.
“Informasinya harus lebih masif. Banyak yang tahu programnya, tapi bingung bagaimana mengaksesnya,” katanya.
Ia berharap pemerintah memperkuat penyebaran informasi dengan cara yang lebih dekat dengan generasi muda.
“Gunakan influencer, content creator, dan libatkan penerima beasiswa untuk bantu menyebarkan informasi. Yang penting bahasanya mudah dipahami,” sarannya.
Pendidikan Kaltim dan Tantangan Daerah 3T
Via juga menyoroti tantangan besar yang sering terlupakan. Luasnya wilayah Kaltim dan kesenjangan akses pendidikan di daerah 3T.
“Pendidikan di Kaltim sudah baik, tapi daerah-daerah 3T masih perlu dibantu. Bukan cuma biaya, tapi akses informasi dan pendampingan,” tegasnya.
Ia berharap Gratispol tidak hanya mengalir ke mahasiswa di kota yang relatif mudah mendapat informasi, tetapi juga benar-benar menjangkau daerah-daerah terpencil.
“Program itu bagus, tapi harus ada pendampingan agar manfaatnya tepat sasaran,” tambahnya.
“Saya Sangat Terbantu”
Dengan senyum yang tidak bisa disembunyikan, Via menyebut Gratispol sebagai penyelamat langkah pendidikannya.
“Harapannya program ini semakin jelas, terstruktur, dan menjangkau lebih banyak orang. Banyak mahasiswa yang ingin belajar, hanya terhambat biaya,” tutupnya.
Kisah Via adalah satu dari banyak cerita anak-anak muda Kaltim yang kembali menemukan harapan lewat akses pendidikan yang lebih merata.
Bagi Via, Gratispol bukan hanya bantuan biaya kuliah ini kesempatan untuk membuktikan diri, menyelesaikan pendidikan, dan kelak kembali mengabdi kepada daerah yang ia sebut rumah sejak kecil. (Adv Diskominfo Kaltim)
