Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) berkomitmen untuk meninggalkan ketergantungan pada energi fosil dan beralih menuju energi bersih.
Langkah ini menjadi bagian dari target besar mewujudkan pembauran Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 79 persen pada tahun 2035.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Bambang Arwanto menjelaskan, saat ini capaian transisi energi di Kaltim telah mencapai 12,14 persen.

Ia menyebut, perjalanan menuju target tersebut tidak mudah, tetapi menjadi momentum penting bagi daerah yang selama puluhan tahun menjadi penghasil energi fosil nasional.
“Kaltim sudah 50 tahun lebih berkontribusi lewat energi fosil. Sekarang saatnya kita menulis cerita baru dengan bertransformasi ke energi non fosil yang lebih ramah lingkungan,” ujar Bambang dalam Forum Energi Daerah Kaltim di Hotel Mercure Samarind pada Kamis, 16 Oktober 2025.
Menurutnya, tantangan utama dalam transisi ini terletak pada struktur ekonomi daerah yang masih sangat bergantung pada sumber daya alam, khususnya sektor pertambangan dan migas.
Ia memaparkan sektor pertambangan menyumbang 38 persen terhadap ekonomi Kaltim, dan bahkan 68 persen terhadap pendapatan daerah.
“Dampaknya pasti ada yang positif dan negatif. Positif karena kita bisa menjaga kelestarian lingkungan dan membuka peluang energi baru. Namun, negatifnya karena sebagian besar pendapatan kita masih bertumpu pada energi fosil,” terangnya.
Bambang mengungkapkan, beberapa langkah konkret telah dilakukan untuk mempercepat transisi energi. Salah satunya melalui pengembangan Refinery B40 yakni fasilitas pengolahan bahan bakar yang memadukan 40 persen biodiesel dari minyak nabati dengan 60 persen solar.
Selain itu, sejumlah PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) mulai dipensiunkan lebih awal dan diganti dengan pembangkit berbasis energi surya, biogas, dan teknologi ramah lingkungan lainnya.
“Langkah-langkah ini menjadi indikator bahwa kita sudah bergerak menuju arah yang benar. Angka pemanfaatan EBT pun terus bertumbuh,” jelasnya optimistis.
Transisi energi diakui Bambang tidak hanya berdampak pada struktur ekonomi, tetapi juga pada ketenagakerjaan. Pekerja di sektor tambang batu bara, misalnya, akan terdampak langsung oleh peralihan ini.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, Dinas ESDM Kaltim telah menyiapkan 15 sektor alternatif yang dapat menyerap tenaga kerja terdampak, antara lain perkebunan kelapa sawit dan pertambakan udang windu.
“Kita tidak ingin masyarakat kehilangan mata pencaharian. Karena itu, kami dorong diversifikasi sektor agar transisi energi tidak hanya soal teknologi, tetapi juga keberlanjutan ekonomi masyarakat,” ucap Bambang.
Sebagai bentuk sinergi lintas sektor, Pemprov Kaltim juga membentuk Forum Energi Daerah Kaltim. Forum ini menjadi wadah kolaborasi antara pemerintah, akademisi, BUMN dan BUMD energi, asosiasi profesi, hingga lembaga swadaya masyarakat.
“Kami ingin berkolaborasi dan berinovasi bersama. Transisi energi ini tidak bisa dikerjakan sendiri. Semua pihak harus bergerak bersama,” tegasnya.
Dengan langkah-langkah tersebut, Kaltim menegaskan tekadnya untuk tidak lagi bergantung pada batu bara dan minyak, melainkan membangun masa depan energi hijau yang berkelanjutan dan inklusif.