
Samarinda, infosatu.co – Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Syarifatul Sya’diah, mengingatkan perusahaan-perusahaan besar yang beroperasi di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) untuk tidak terjebak dalam pola pikir jangka pendek yang hanya berorientasi pada ekstraksi sumber daya alam.
Ia menekankan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) harus diarahkan untuk memperkuat sektor UMKM lokal sebagai fondasi ekonomi pascatambang.
Sya’diah menyampaikan keprihatinannya terhadap minimnya dukungan riil yang diterima pelaku UMKM dari perusahaan di sekitar wilayah operasional mereka.
Padahal menurutnya, UMKM terbukti menjadi sektor yang paling tangguh dalam menghadapi krisis, termasuk saat pandemi Covid-19 lalu.
“Sudah saatnya perusahaan mulai berpikir jangka panjang. Jangan hanya fokus mengambil sumber daya, tapi juga meninggalkan warisan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujarnya saat ditemui di DPRD Kaltim, Senin, 28 Juli 2025.
Politikus Partai Golkar dari Daerah Pemilihan Kutim itu menyoroti bahwa program CSR selama ini masih sering bersifat seremonial, tanpa memberikan dampak jangka panjang terhadap pemberdayaan ekonomi lokal.
Ia menekankan perlunya CSR menyentuh persoalan mendasar pelaku UMKM, seperti pelatihan keterampilan, akses modal usaha, hingga pendampingan pemasaran.
Ia mencontohkan potensi kuliner lokal seperti amplang batu bara yang menjadi ciri khas Kutai Timur.
Produk ini, lanjutnya, bisa menembus pasar nasional bahkan ekspor jika mendapat dukungan dalam aspek pengemasan, branding, dan distribusi.
“Produk lokal kita punya keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Tapi kalau dibiarkan bergerak sendiri tanpa dukungan, sulit untuk berkembang lebih jauh. Di sinilah peran CSR seharusnya hadir,” paparnya.
Sya’diah juga menyoroti pentingnya sinergi antara korporasi dan UMKM dalam menghadapi fase pascatambang.
Ia meyakini kemitraan strategis ini menjadi kunci untuk memastikan masyarakat tetap punya sumber ekonomi setelah aktivitas pertambangan selesai.
“Kalau perusahaan hanya berpikir sampai masa tambangnya habis, lalu setelah itu meninggalkan masyarakat tanpa bekal apa pun, maka kita akan menghadapi masalah besar. CSR harus menjadi instrumen untuk membangun kemandirian ekonomi jangka panjang,” ujarnya.
Ia menutup pernyataannya dengan mendorong evaluasi ketat terhadap setiap program CSR di Kutim, berdasarkan indikator yang jelas dan kebutuhan masyarakat di lapangan.
“CSR tidak boleh sekadar laporan di atas kertas. Harus terlihat manfaatnya, terukur hasilnya, dan dirasakan langsung oleh pelaku UMKM serta masyarakat sekitar,” pungkasnya.