
Kukar, infosatu.co – Rona lingkungan di wilayah konsesi PT Cemerlang Sawit Nusantara (CSN) mendapat sorotan setelah tim penyusun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) menyampaikan hasil kajian terbaru.
Ketua tim penyusun, Muhammad Yahya, memaparkan temuan mengenai topografi, geologi, kualitas tanah, hingga kondisi hidrologi yang akan menjadi dasar pertimbangan dalam perencanaan aktivitas perusahaan.
Dalam presentasinya, Yahya menjelaskan bahwa karakter topografi wilayah rencana kegiatan terbagi ke dalam enam kelas lereng.
Mulai dari datar dengan kemiringan 0–8 persen yang mencakup 229,64 hektare, hingga sangat curam dengan kemiringan lebih dari 45 persen seluas 59,85 hektare.
Gambaran ini menunjukkan keragaman bentang lahan yang berpotensi menimbulkan tantangan tersendiri bagi pengelolaan kawasan.
Dari sisi geologi, wilayah tersebut termasuk dalam tiga formasi besar yakni Formasi Pamaluan seluas 33,46 hektare, Formasi Balikpapan dengan luasan 23,35 hektare, serta Formasi Pulau Balang yang paling dominan, mencapai 1.549 hektare.
Formasi ini bukan sekadar penanda geologi, tetapi juga berkaitan erat dengan potensi sumber daya. Formasi Pamaluan misalnya, merupakan batuan sedimen silisiklastik yang terbentuk pada masa Oligosen Akhir hingga Miosen Awal.
Adapun Formasi Balikpapan dan Pulau Balang diyakini memiliki potensi hidrokarbon yang signifikan di Cekungan Kutai.
Sementara itu, analisis terhadap kondisi tanah menunjukkan bahwa lokasi studi didominasi oleh tanah berjenis gleisol, kambisol, nitosol, dan pedsolik. Permeabilitas tanah tergolong agak cepat, dengan rata-rata mencapai 3,99 hingga 13,51 sentimeter per jam.
Kajian erosi pun memperlihatkan variasi tingkat bahaya, mulai dari sedang hingga berat.
Subdas Giri Agung tercatat sebagai penyumbang sedimen terbesar, mencapai 2,9 juta ton per tahun, sedangkan Subdas Segihan menyumbang paling kecil, hanya sekitar 173 ribu ton per tahun.
Kondisi hidrologi pun tidak kalah penting. Debit lintas subdaerah aliran sungai (Subdas) tercatat berbeda-beda, dengan Subdas Giri Agung memiliki debit terbesar, yakni 103.738,83 meter kubik per jam.
Sementara Subdas Desa Separi berada di angka terendah, sebesar 23.262,59 meter kubik per jam.
Pada aspek kualitas air permukaan, tim menemukan dua parameter yang tidak memenuhi baku mutu, yakni Wama dan Total Suspended Solid (TSS).
Temuan ini, menurut Yahya, akan menjadi perhatian khusus dalam penyusunan rekomendasi pengelolaan lingkungan ke depan.
Paparan tersebut menegaskan bahwa rencana aktivitas PT CSN tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan sekitar.
Kompleksitas bentang alam, kualitas tanah, hingga potensi sedimentasi dan kualitas air menjadi faktor kunci yang harus diperhitungkan.
Tim penyusun AMDAL menekankan bahwa hasil studi ini diharapkan mampu memberikan pijakan bagi pengambilan keputusan yang mengutamakan keseimbangan antara kepentingan investasi dan keberlanjutan lingkungan. (Adv)
