Samarinda, infosatu.co – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025 menjadi perhatian hangat berbagai kalangan masyarakat.
Kebijakan tersebut menimbulkan beragam respons, terutama terkait dampaknya terhadap daya beli masyarakat serta upaya pemerintah menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Kepala Badan Pendapatan Daerah Kalimantan Timur (Bapenda Kaltim) Ismiati menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat.
Hal tersebut disampaikannya dalam jumpa pers yang digelar oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kaltim, Jumat (20/12/2024).
“Dalam ketentuan pengelolaan keuangan negara maupun daerah, tidak diperkenankan bagi gubernur, bupati, atau wali kota untuk melakukan pungutan pajak yang tidak diatur dalam undang-undang,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa masyarakat yang ingin mengajukan keberatan atau komplain atas kebijakan tersebut harus melakukannya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Semua pungutan pajak harus memiliki landasan hukum yang jelas, seperti undang-undang dan peraturan daerah (perda),” tegasnya.
Kenaikan tarif PPN ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Undang-undang ini bertujuan meningkatkan penerimaan negara, menjaga keseimbangan fiskal, dan mendukung stabilitas ekonomi nasional.
Ismiati menambahkan, meskipun kebijakan tersebut dilakukan di tingkat nasional, pemerintah daerah tetap berperan penting dalam menyosialisasikan perubahan ini kepada masyarakat.
Ia juga berharap rekan-rekan media dapat berperan aktif dalam menyampaikan informasi terkait kenaikan tarif PPN kepada masyarakat secara jelas dan akurat.
“Kami sangat berharap teman-teman media bisa membantu menyosialisasikan kebijakan ini agar masyarakat memahami dasar hukum dan tujuan dari langkah tersebut,” tutupnya.