
Samarinda, infosatu.co – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) Puji Setyowati menyatakan bahwa sarana dan prasasana di sekolah wilayah tersebut belum merata. Fasilitas di beberapa SMA Negeri di Samarinda Seberang, misalnya masuk kategori belum layak.
“Kalau kita lihat di Kecamatan Samarinda Ulu, sekolah di sana sudah memiliki fasilitas seperti laboratorium dan taman bermain yang lebih lengkap. Sementara, di daerah Samarinda Seberang justru sebaliknya,” kata Puji saat ditemui di Gedung D DPRD Kaltim beberapa hari lalu.
Kalangan masyarakat menuntut pemerintah menyamakan fasilitas sekolah sebagai penunjang sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru.
“Mereka meminta sarana prasarana dilengkapi seperti labolatorium, lapangan, fasilitas ekstrakurikuler. Namun, ini adalah keputusan pemerintah pusat dengan sistem zonasi. Mereka sekolah di tempat yang berjarak dekat dengan rumah tinggal mereka,” ungkapnya.
Namun, Puji tetap percaya bahwa sistem zonasi harus tetap dipertahankan. “Saya meminta sistem zonasi ini tetap dipertahankan. Sebab, keinginan masyarakat yang sudah disampaikan dalam reses dapat kami dukung di anggaran untuk pelengkapan sarana dan prasarana,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim ini menyampaikan permasalahan infrastruktur penunjang pendidikan, yakni akses jalan ke sekolah.
“Kendala lain di infrastruktur akses jalan menuju sekolah. Rata-rata sekolah yang berada di Bantuas, Lempake, Sungai Siring, Loa Kumbar masih minim terkait akses jalan ke sekolah,” ujarnya.
Mantan dosen Politeknik Negeri Samarinda ini juga menilai adanya peraturan yang masih menjadi hambatan untuk merealisasikan berbagai usulan dan aspirasi masyarakat. Aturan itu adalah Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 49 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan (Bankeu).
“Terkait Pergub Nomor 49 ini menjadi kendala besar bagi DPRD Kaltim. Sebab, hal itu yang membatasi kami dalam merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sarana ibadah, sarana kesehatan, tidak bisa kami bantu sama sekali,” tuturnya.
“Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) tambahan selain tuntutan kesetaraan fasilitas sekolah dari masyarakat. Kami berharap Pergub Nomor 49 ini diperhalus dengan bahasa lain, tapi tetap tidak melanggar perundang-undangan,” tutupnya.