infosatu.co
DPRD Samarinda

Sengketa Gereja Toraja Samarinda, DPRD dan DAD Dorong Penyelesaian Damai

Teks: Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Elnatan.

Samarinda, infosatu.co – Sengketa lahan yang melibatkan Gereja Toraja di Jalan Air Terjun, Kelurahan Mangkupalas, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur (Kaltim) masih belum menemukan titik akhir.

Persoalan ini sudah berlangsung lama, namun kembali memanas sejak terjadi ketegangan di lapangan terkait penggunaan pastori atau rumah jabatan pendeta.

Peristiwa tersebut membuat aparat keamanan hingga tokoh masyarakat turun tangan agar situasi tidak berkembang menjadi konflik terbuka.

Salah satu langkah konkret adalah kesepakatan untuk melakukan mediasi resmi di Polresta Samarinda pada 26 Agustus 2025 mendatang.

Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Elnatan Pasambe, turut hadir langsung di lokasi sengketa.

Ia mengungkapkan keprihatinannya terhadap polemik ini, terlebih karena menyangkut rumah ibadah yang sangat sensitif bagi masyarakat.

“Kejadian ini menyelisik hati saya. Sebagai wakil rakyat, saya hadir atas dorongan Kapolsek agar situasi tetap kondusif sambil menunggu upaya komunikasi dan mediasi,” kata Elnatan saat ditemui di lokasi, Selasa, 19 Agustus 2025.

Elnatan menekankan bahwa penyelesaian secara musyawarah adalah jalan terbaik. Menurutnya, jalur pengadilan tetap terbuka, namun itu adalah opsi terakhir jika kesepakatan damai tidak tercapai.

“Kami berharap bisa ada kesepakatan secara kekeluargaan. Tapi kalau ternyata tidak bisa, jalur pengadilan menjadi opsi terakhir,” tegasnya.

Ia menjelaskan, DPRD Kota Samarinda tidak memiliki kewenangan langsung dalam memutus perkara hukum. Peran DPRD hanya sebatas memfasilitasi jika ada permohonan resmi dari pihak yang bersengketa.

“Kalau ada pihak yang bersurat resmi ke DPRD, tentu bisa kami tindak lanjuti. Tapi tanpa itu, kami tidak bisa masuk terlalu jauh. DPRD harus netral dan tidak berpihak,” jelasnya.

Elnatan juga mengakui bahwa dirinya termasuk dalam keluarga yang pernah terlibat dalam proses hibah tanah Gereja Toraja.

Namun, ia menegaskan posisinya sebagai politisi tetap netral.

“Saya pribadi bagian dari keluarga yang dulu menghibahkan tanah. Tapi sebagai wakil rakyat, saya tidak boleh terlibat langsung. Penilaian masyarakat bisa berbeda-beda, maka saya tegaskan posisi saya netral,” ujarnya.

Teks: Ketua Dewan Adat Dayak Kota Samarinda, Hendrik Tandoh.

Selain DPRD, tokoh adat juga mengambil peran penting dalam meredakan ketegangan. Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kota Samarinda, Hendrik Tandoh, menyatakan bahwa kesepakatan sementara telah dicapai demi menjaga kondusivitas.

“Sampai sore hari ini, kita sudah sepakat bahwa pertama, tempat ini kita netralkan. Kedua, kita akan bertemu kembali dalam mediasi yang dilakukan di Polresta Samarinda pada tanggal 26 Agustus, jam 8 pagi, dengan membawa berkas-berkas yang dimiliki masing-masing pihak,” ujar Hendrik.

Ia menambahkan bahwa Polresta Samarinda akan mengeluarkan undangan resmi untuk mempertemukan semua pihak yang bersengketa.

Sementara itu, kunci pastori yang menjadi sumber polemik diserahkan sementara kepada anggota DPRD Samarinda, Elnatan Pasambe, untuk menjamin netralitas.

Baik DPRD maupun Dewan Adat sepakat bahwa persoalan ini tidak boleh dibiarkan menjadi pemicu perpecahan.

Elnatan menekankan pentingnya menahan diri, sementara Hendrik menegaskan perlunya mediasi resmi agar konflik tidak berulang.

“Sengketa rumah ibadah itu sangat sensitif. Jangan sampai menimbulkan gesekan antarwarga. Saya berharap semua pihak menahan diri sampai proses mediasi selesai,” pungkas Elnatan.

Related posts

Museum Samarinda Lesu, Sri Puji Dorong Transformasi Total Sebagai Pusat Edukasi Sejarah

Emmy Haryanti

Badai Ekonomi dan Gaya Hidup Modern Picu Lonjakan Perceraian di Samarinda

Emmy Haryanti

DPRD dan Pemkot Samarinda Sepakat Tarik 3 Raperda di Luar Prolegda

Emmy Haryanti

Leave a Comment

You cannot copy content of this page