Penulis : Fairus-Editor : Putri
Samarinda, infosatu.co – Sejak April 2018, Samarinda menjadi kota layak anak yang diberikan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak. Walaupun telah resmi menyandang kota layak anak, angka kekerasan pada anak masih terbilang tinggi.
Tahun 2019 yang belum usai, tapi angka kekerasan seksual pada anak sudah mencapai 28 kasus, sebanding dengan tahun 2018 lalu. Itu baru bicara soal kekerasan seksual, jika kita ulas seluruh kasus, maka tercatat 86 kasus yang terjadi.Ada peningkatan dibanding dari tahun lalu yakni 79 kasus
Kekerasan terhadap anak dibawah umur yang meningkat beberapa bulan ini seakan mencoreng wajah Kota Tepian yang dinobatkan sebagai kota layak anak. Dalam kurun dua bulan terakhir saja terdapat empat kasus asusila yang menggemparkan masyarakat tiga kasus terakhir, pelakunya merupakan orang dekat atau tetangga korban sendiri.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Samarinda, Fiterman saat ditemui diruangannya membenarkan bahwa kekerasan pada anak mengalami peningkatan dibanding tahun lalu. Dia menjelaskan tindakan asusila memang bisa saja terjadi dimana saja termasuk Samarinda, walaupun telah menyandang kota layak anak.
“Itu memang bisa saja terjadi dimana saja. Biar di kota lain juga ada kok,” ujarnya.
Fitermen juga menambahkan menurutnya hal tersebut terjadi bukan hanya karena pelaku mengalami gangguan psikologis dan kejiwaan. Faktor lain yang mempengaruhi ekonomi dan lemahnya pendalaman dalam hal agama juga mempengaruhi.
“Hal itu bukan karena psikologis dan kejiwaan saja, tapi bisa dari ekonomi dan kurangnya pendalaman agama, dampaknya bisa ke anak,” tambahnya.
Pria berkacamata itu juga menerangkan, sosialisasi ke setiap kelurahan juga kerap dilakukan. Dua unit khusus yang menangani permasalahan tersebut juga telah ada.
“Kami punya Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) yang melakukan pencegahan dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang mengawal proses hukum serta pendampingan psikis terhadap korban tindakan asusila,” terang Fiterman.
Walaupun telah sering dilakukan sosialisasi dan memiliki dua unit khusus, kasus asusila anak dibawah umur ini seakan menjamur di Kota Tepian.
“Kita sering melakukan sosialisai, mulai dari bawah kami kumpulkan ketua RT setempat, kami ajak sampai tingkat kelurahan dan kecamatan, kemudian diberi sosialisasi di kantor kecamatan setempat, “tutupnya.