
Samarinda, infosatu.co – Sengketa batas wilayah Kampung Sidrap antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur kembali menjadi sorotan.
Hal ini terjadi setelah upaya mediasi yang difasilitasi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur pada 11 Agustus 2025 berakhir tanpa kesepakatan.
Kampung Sidrap yang berada di Desa Martadinata, Kecamatan Teluk Pandan, secara geografis lebih dekat ke pusat Kota Bontang, namun secara administrasi masuk wilayah Kabupaten Kutai Timur.
Warga Sidrap harus menempuh jarak sekitar 80 kilometer untuk mencapai pusat pemerintahan Kutim, sementara sebagian besar layanan publik seperti sekolah, rumah sakit dan PDAM difasilitasi oleh Pemkot Bontang.
Secara hukum, posisi Kutai Timur diperkuat oleh Permendagri No. 25 Tahun 2005 yang menetapkan Sidrap masuk wilayah Kutai Timur, serta UU No. 47 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kota Bontang yang tidak mencantumkan Sidrap sebagai wilayahnya.
Mahkamah Agung pada 2024 juga menolak gugatan Pemkot Bontang atas aturan tersebut.
Namun, secara de facto, sekitar 80 persen warga Sidrap ber-KTP Bontang dan beraktivitas di kota tersebut.
Kondisi ini membuat Pemkot Bontang mengusulkan pengalihan 163 hektar wilayah Sidrap menjadi bagian administratifnya, usulan yang ditolak oleh Bupati Kutai Timur Ardiansyah Sulaiman.
Karena mediasi tidak menghasilkan kesepakatan, Pemprov Kaltim akan membawa persoalan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Kementerian Dalam Negeri.
Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menanggapi perkembangan ini dengan menekankan pentingnya semua pihak untuk menjaga kondusivitas di lapangan.
“Kita hormati proses hukum itu, dan kita berharap di lapangan, baik Pemkot Bontang maupun Pemkab Kutim, menjaga situasi agar tetap kondusif. Apapun keputusannya nanti, itu kepentingan bersama,” ujarnya saat diwawancarai seusai Rapat Paripurna ke-30 DPRD Kaltim, Jumat, 15 Agustus 2025.
Ia mengingatkan agar tidak ada pernyataan provokatif yang dapat memperkeruh suasana, baik sebelum maupun sesudah putusan MK keluar.
Salehuddin juga menegaskan bahwa pelayanan publik kepada warga Sidrap harus tetap berjalan tanpa diskriminasi selama proses hukum berlangsung.
“Tugas kita tetap mensejahterakan masyarakat, di manapun posisi administrasinya nanti. Putusan MK harus kita hormati, amankan, dan yang terpenting memberikan keuntungan bagi masyarakat Sidrap,” tutupnya.