
Samarinda, infosatu.co – Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada Selasa, 5 Agustus 2025 di Gedung E DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menyoroti serius soal reklamasi tambang PT Singlurus Pratama di Argosari, Kecamatan Samboja Barat.
Masyarakat setempat melaporkan bahwa area penambangan hanya 15-50 meter dari pemukiman belum direklamasi meski masa kontraknya telah habis sejak akhir 2023.
Lebih mengejutkan, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur ternyata tidak memiliki data dasar terkait lokasi reklamasi tambang tersebut.
Wakil Ketua Komisi III, Akhmed Reza Fachlevi, menyatakan keprihatinannya saat memimpin pertemuan.
Ia menegaskan bahwa DPRD akan turun ke lapangan untuk memverifikasi langsung kondisi reklamasi.
“Kami akan turun langsung ke lokasi bersama Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup, serta melibatkan Inspektur Tambang. Kami ingin melihat sendiri kondisi di lapangan karena ada perbedaan versi antara perusahaan dan warga,” ujarnya.
Dalam forum yang sama, Anggota Komisi III, Baharuddin Muin, mempertanyakan kemampuan ESDM sendiri.
“Kok bisa tidak tahu, termasuk lokasi reklamasi dan bekas galiannya juga tidak tahu, ini yang kami tidak pahami. Masa ESDM tidak tahu lokasi pastinya,” tegasnya.
Mewakili warga Argosari, Arif Efendy menjelaskan vono yang dialami masyarakat.
“Ada yang jaraknya cuma 15 meter dari rumah. Ini jelas tidak sesuai aturan. Selain itu, bekas tambang yang dijanjikan akan direklamasi sejak Januari 2024 hingga kini masih dalam bentuk kolam,” urainya.
Ia juga menyampaikan bahwa setidaknya ada 10 rumah terdampak retakan akibat jejak tambang dan erosi tanah. Sebagian warga belum menerima ganti rugi apa pun.
PT Singlurus, melalui perwakilannya Harpoyo, membela diri bahwa pekerjaan reklamasi dilakukan sesuai SOP, dan area masih aktif sehingga belum dapat diklaim selesai.
Mengenai retakan rumah warga, ia menyatakan sebagian rumah sudah diganti rugi, sementara negosiasi terkait sisanya sedang berlangsung secara kekeluargaan.
Sementara itu, Welly Adi Pratama, Subkoordinator Produksi pada Dinas ESDM, mengakui keterbatasan provinsi dalam menangani izin tambang karena berada di bawah kewenangan pusat (izin PKP2B).
Namun, ia menyatakan bahwa ESDM siap mendampingi dan memverifikasi aduan ini secara teknis:
“Kami di provinsi memang terbatas secara kewenangan, tapi tidak mungkin diam saja karena ini terjadi di wilayah kita. Kami siap berkoordinasi, terutama dalam memverifikasi lokasi dan status lahan,” jelasnya.
Komisi III menegaskan bahwa hasil peninjauan lapangan akan dilaporkan ke Kementerian ESDM dan Komisi VII DPR RI sebagai upaya melindungi hak masyarakat secara serius.
“Kami hanya bisa memfasilitasi, karena keputusan ada di pusat. Tapi kami tidak bisa tinggal diam jika masyarakat di daerah dirugikan,” pungkas Reza.