infosatu.co
Samarinda

Ratih Rahmawati: Ini Struktur Baru Gugus Tugas Tindak Pidana Perdagangan Orang

Teks: Asisten Deputi Pelayanan Perempuan Korban Kekerasan, Ratih Rachmawati

Samarinda, infosatu.co – Sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kalimantan Timur (Kaltim), mempertanyakan peran dan fungsi mereka dalam struktur baru Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang ditetapkan pemerintah pusat.

Ketidakjelasan ini mencuat dalam rapat koordinasi bersama Asisten Deputi Pelayanan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Ratih Rachmawati.

Ratih menekankan pentingnya sinkronisasi aturan dan kewenangan antarinstansi dalam pelaksanaan tugas.

Perwakilan KemenPPPA ini menjelaskan bahwa penanganan TPPO merujuk pada sejumlah regulasi yang saling beririsan.

“TPPO ini diatur jelas dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007, dan di dalam prosesnya terdapat irisan dengan Undang-Undang Keimigrasian, Undang-Undang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, serta ketentuan lain seperti pasal-pasal terkait di KUHP” ujarnya.

Menurutnya, pemetaan irisan aturan itu penting agar perangkat daerah memahami batas tugas masing-masing. Ini untuk memperjelas bahwa yang kita tangani adalah TPPO sesuai UU.

Sementara irisan dengan regulasi lain harus kita sinkronkan supaya tidak tumpang tindih.

Salah satu peserta dari daerah menyampaikan kebingungan OPD dalam struktur baru.

“Selama ini dinas di daerah kami, seperti Dinas Kepemudaan atau perangkat daerah tertentu, tidak pernah terlibat dalam urusan TPPO,” katanya.

“Tapi dalam struktur gugus tugas yang baru, ternyata mereka masuk. Ini yang membuat mereka bingung apa tugas dan fungsinya” ujar Hasbi Anshari, Anggota Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A).

Menanggapi hal itu, KemenPPPA menyebut struktur baru memang memperluas cakupan peran perangkat daerah dalam fungsi pencegahan, sesuai potensi risiko.

“Dalam pedoman yang baru, beberapa OPD masuk karena memiliki irisan fungsi pencegahan. Misalnya dinas kepemudaan dan olahraga berpotensi terlibat melalui kegiatan pelatihan, pengiriman pemuda, atau aktivitas yang memiliki risiko eksploitasi,” jelas Ratih.

Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat sedang menyusun pedoman teknis dengan lebih rinci.

Termasuk model pencegahan, materi edukasi, hingga pola integrasi layanan akan dijelaskan agar setiap OPD memahami kewenangannya.

KemenPPPA juga menekankan bahwa TPPO merupakan kejahatan kompleks yang membutuhkan kerja bersama.

“TPPO ini tidak bisa ditangani satu lembaga saja. Dibutuhkan kolaborasi, sinkronisasi, dan kesadaran seluruh sektor untuk memperkuat pencegahan dan perlindungan di tingkat masyarakat,” ungkapnya.

Diskusi ditutup dengan harapan agar koordinasi lintas sektor semakin solid, khususnya di Kalimantan yang disebut memiliki tingkat kerawanan tinggi.

Related posts

Kementerian PPPA: Pentingnya Peran Perangkat Daerah Cegah Kasus Perdagangan Orang

Dhita Apriliani

Pendampingan Intensif SRT 57, Tantangan Awal yang Berbuah Potensi Gemilang

Emmy Haryanti

Pelaku Ekraf Fashion Sambut Finalisasi Raperda, Berharap Pendorong Kemajuan Usaha

Firda

Leave a Comment

You cannot copy content of this page