
Samarinda, infosatu.co – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Samarinda menjadi atensi serius Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda dan DPRD Samarinda.
Hal itu ditandai dengan digelarnya rapat dengar pengapat (RDP) atau hearing oleh Komisi IV DPRD Samarinda, Rabu (3/4/2024). Pertemuan itu mengundang pihak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Samarinda.
Dalam kesempatan tersebut, kedua belah pihak membahas meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta penanganannya.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda Sri Puji Astuti menerangkan, jumlah kasus tersebut tercatat sebanyak 100 pada tahun 2023. Kemudian, pada 2024 hingga Maret lalu sudah mencapai 80 kasus.
Menurutnya, tren kenaikan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak disebabkan beberapa faktor. Hal ini meliputi minimnya edukasi, persoalan ekonomi, dan budaya patriarki yang menempatkan laki-laki lebih mendominasi perempuan dalam rumah tangga.
Dengan kondisi tersebut, upaya penanganan yang perlu dilakukan adalah pemberian edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Terutama tentang pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak.
“Kami melihat kasus yang ada di Samarinda terkait semua program Pemkot Samarinda, bukan hanya kekerasan, tapi penanganan stunting kemiskinan ekstrem dan sebagainya,” katanya.
Untuk itu, Politikus Partai Demokrat ini menekankan pentingnya kolaborasi dan koordinasi di antara organisasi perangkat daerah (OPD) untuk menciptakan lingkungan kota yang layak perempuan dan anak.
“Karena saling berkaitan, semua OPD harus saling berkolaborasi sehingga dapat menciptakan Samarinda menjadi sebuah kota pusat peradaban,” tandasnya.