Samarinda, infosatu.co – Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) menegaskan komitmennya untuk menata kembali lahan aset pemerintah yang selama ini ditempati warga.
Aset pemerintah yang selama ini ditempati warga tersebut, berada di kawasan Perumdam Tirta Kencana, Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Baqa, Kecamatan Samarinda Seberang, Kota Samarinda.

Karena itu, Pemkot Samarinda melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) bersama TNI, Polri dan Polisi Militer melakukan penertiban di kawasan tersebut.
Proses penertiban pun berlangsung relatif kondusif. Namun di lapangan, suasana sempat memanas ketika beberapa warga meminta penundaan waktu relokasi agar mereka bisa berbenah dan mencari tempat tinggal baru.
Kepala Satpol PP Kota Samarinda Anis Siswantini menegaskan, langkah penertiban ini bukan tindakan tiba-tiba.
Pemerintah telah melakukan serangkaian proses panjang mulai dari sosialisasi, koordinasi dengan perangkat kelurahan dan kecamatan hingga tiga kali surat pemberitahuan resmi kepada warga.
“Kami tidak langsung turun membongkar. Semua sudah melalui tahapan dialog dan pemberitahuan. Namun karena lahan ini merupakan aset pemerintah, maka penertiban harus dilakukan sesuai ketentuan,” jelas Anis.
Ia menambahkan, lahan tersebut memiliki status hukum yang sah dan tercatat sebagai aset resmi Pemkot Samarinda.
Penertiban dilakukan agar pemanfaatan tanah kembali sesuai peruntukan dan mendukung arah pembangunan kota.
“Legalitasnya sudah jelas. Tugas kami adalah menjaga aset daerah agar tidak disalahgunakan dan bisa dimanfaatkan untuk kepentingan publik,” tegasnya.
Meski demikian, Pemkot Samarinda tetap mengedepankan pendekatan persuasif dan manusiawi selama proses berlangsung.
Aparat keamanan dan petugas lapangan berupaya menjaga suasana agar tidak menimbulkan gesekan, sementara warga diberikan waktu untuk memindahkan barang-barangnya.
Beberapa warga yang terdampak mengaku memahami langkah pemerintah, namun berharap diberikan waktu tambahan untuk beradaptasi.
Siradjuddin salah satu warga yang sudah puluhan tahun tinggal di kawasan tersebut menyampaikan, masyarakat sebenarnya tidak menolak kebijakan, hanya berharap ada sedikit kelonggaran waktu dan kebijaksanaan dari pemerintah.
“Kami tahu ini tanah pemerintah dan kami tidak menolak ditertibkan. Hanya saja kami butuh waktu lebih untuk memindahkan barang-barang. Kami ingin semuanya berjalan baik tanpa konflik,” tuturnya
Berdasarkan data Satpol PP, terdapat 54 rumah yang berdiri di atas lahan tersebut. Dari jumlah itu, 18 rumah telah menerima kompensasi, sementara sisanya masih menunggu penyelesaian administrasi dari pemerintah kota.
Anis memastikan, setiap langkah dalam proses penataan aset dilakukan dengan prinsip transparansi, keadilan, dan komunikasi dua arah.
Ia menilai penertiban bukan hanya soal penegakan aturan, melainkan bagian dari upaya menyeimbangkan kepentingan hukum dan kemanusiaan dalam pembangunan kota.
“Kami berkomitmen agar kegiatan ini tidak menimbulkan dampak sosial yang berat. Pemerintah akan terus membuka ruang dialog agar solusi yang diambil tetap manusiawi,” pungkasnya.