
Kukar, infosatu.co – Di tengah arus zaman yang kian deras membawa masyarakat menuju kehidupan yang serba individualistis, hal ini berbeda di Desa Loa Duri Ulu.
Pemerintah Desa Loa Duri Ulu di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim), justru mengambil langkah sebaliknya.
Mereka menghidupkan kembali denyut kebersamaan melalui peringatan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM) ke-22 yang dilaksanakan pada Jumat, 23 Mei 2025.
Kegiatan tersebut berlangsung serentak di lima dusun dalam wilayah administratif desa. Sejak pagi, suasana kerja kolektif terlihat mencolok.
Warga dari berbagai latar usia dan kelompok sosial, terlihat bahu-membahu dalam pelbagai kegiatan fisik yang disiapkan secara terencana.
Di setiap dusun, aktivitas gotong royong menyasar berbagai sektor kebutuhan publik.
Mulai dari pembersihan lingkungan, pengecatan fasilitas umum, pembenahan jalan desa, perbaikan saluran drainase, hingga penanaman pohon di kawasan rawan longsor.
Semua dilakukan dengan melibatkan banyak pihak: tokoh adat, ketua RT, pemuda Karang Taruna, ibu-ibu PKK, pelajar, dan tentunya aparat desa sebagai koordinator utama.
Kepala Desa Loa Duri Ulu, Muhammad Arsyad, menjadi sosok yang hadir bukan hanya secara simbolik.
Ia menempatkan dirinya sebagai bagian dari proses, memastikan semangat gotong royong bukan sekadar jargon dalam pidato seremonial.
“Kegiatan ini menjadi pengingat bahwa kita memiliki tanggung jawab bersama dalam menjaga desa kita. Gotong royong adalah kunci kekuatan sosial kita, dan kami harap semangat ini tetap terjaga dalam kehidupan sehari-hari warga,” ujar Arsyad.
Menurut Arsyad, kegiatan BBGRM mengandung makna yang jauh lebih mendalam dibandingkan kerja bakti biasa. Ini adalah upaya konkret untuk merawat kohesi sosial, yang menurutnya semakin tergerus oleh perkembangan zaman.
Ia menyebut gotong royong sebagai fondasi utama dari identitas desa, sekaligus benteng sosial yang menjaga masyarakat tetap utuh di tengah berbagai tantangan.
Apa yang diinisiasi Pemerintah Desa Loa Duri Ulu tak semata kegiatan fisik.
Mereka juga menyusun agenda yang memuat dimensi pemberdayaan masyarakat.
Penyuluhan tentang pengelolaan sampah rumah tangga, edukasi menjaga lingkungan hidup, serta pembagian bibit tanaman produktif menjadi bagian dari upaya memperluas makna gotong royong ke ranah keberlanjutan.
Langkah itu dilakukan dengan menggandeng berbagai unsur masyarakat, termasuk kelompok pemuda, pengurus dusun, serta para relawan yang aktif terlibat sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan.
“Desa ingin memastikan bahwa nilai-nilai gotong royong tidak sekadar dikenang sebagai bagian dari budaya, melainkan benar-benar menjadi laku hidup sehari-hari,” terang Arsyad.
Ia berharap semangat kebersamaan yang tercermin dalam kegiatan tersebut tidak berhenti pada momentum BBGRM semata, melainkan terus tumbuh menjadi bagian dari kebiasaan warga dalam kehidupan sehari-hari. (Adv)