infosatu.co
TOKOH

Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman, Ketua PWI Kaltim: Turunan KEJ

Ketua PWI Kaltim, Endro S Efendi. (Foto_ ist)

Samarinda, infosatu.co – Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Kalimantan Timur (PWI Kaltim) Endro S Efendi menyikapi Peraturan Dewan Pers Nomor 02/Peraturan-DP/XI/2022 tentang Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman.

Menurutnya, pedoman itu tetap merujuk pada kode etik jurnalistik (KEJ). “Sebenarnya pedoman itu kembali merujuk kepada kode jurnalistik. Jadi, pedoman isu keberagaman itu turunan dari kode etik jurnalistik yang salah satunya mengatur tentang wartawan harus memberitakan segala sesuatu dengan netral,” ujar Endro saat dihubungi melalui saluran telepon, Senin (9/10/2023).

Menurutnya, pedoman pemberitaan isu keberagaman merupakan turunan dari regulasi dasar. Tepatnya, turunan dari Pasal 6 huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Adapun bunyi pasal tersebut adalah “menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.”

Serta, Pasal 8 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi “wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.”

“Jadi intinya dari keberagaman itu kita menghargai. Artinya pedoman ini hanya untuk memperkuat, menjelaskan atau menjabarkan seperti pedoman pemberitaan bunuh diri, pedoman ramah anak. Itu kan hanya memperkuat semua pedoman itu ada semua dalam kode etik. Jadi bukan hal yang baru,” terang Endro.

“Pedoman pemberitaan isu keberagaman ini bukan hal yang baru tapi sudah diatur dalam kode etik jurnalistik. Pedoman ini hanya membukakan kepada masyarakat di luar pers sana untuk memahami ini,” lanjut Ketua PWI Kaltim Endro S Efendi.

Ia menegaskan bahwa pembuatan pedoman pemberitaan isu keberagaman oleh Dewan Pers untuk menambah pemahaman kepada wartawan. Dengan demikian, berita yang dibuat tidak terjadi multitafsir. Seperti pemilihan kata “putera daerah” atau “pribumi”.

Endro menyatakan, diksi itu seharusnya tidak boleh digunakan dalam penulisan berita. Sebab, dianggap melanggar kode etik jurnalistik lantaran tidak menghargai perbedaan.

“Itu dianggap melanggar kode etik. Ketika wartawan menulis itu, sudah ada niat buruk dan secara bahasa sudah kena. Itu gak boleh,” tandasnya.

Related posts

JMSI Kaltim Dukung Program Pendidikan Gratis Rudy-Seno

Kasyful Anand

FKM Kaltim Dukung Kepemimpinan Rudy-Seno Wujudkan Gratispol

Adi Rizki Ramadhan

Ketum JMSI Luncurkan Buku “Reunifikasi Korea: ‘Game Theory’

Adi Rizki Ramadhan

Leave a Comment

You cannot copy content of this page