Oleh : Martin Wartawan Infosatu.co
Samarinda – Setiap tahun, umat Kristiani merayakan Paskah sebagai hari penting dalam agama mereka. Di sisi lain, umat muslim sedang menjalankan ibadah Ramadan yang juga memiliki makna yang penting bagi mereka. Meskipun agama dan keyakinan berbeda, momen ini sebenarnya dapat menjadi momentum yang tepat untuk memperkuat toleransi dan solidaritas antarumat beragama.
Dalam pandangan agama Kristen, Paskah merupakan peringatan atas kemenangan Yesus Kristus atas kematian dan kebangkitannya. Sedangkan dalam agama Islam, Ramadan merupakan bulan suci, bulan agung (syahrun ‘adhim) dan penuh berkah (syahrun mubarak), dimana umat muslim berpuasa dari fajar hingga magrib sebagai bentuk pengendalian diri dan spiritualitas.
Namun, meskipun agama dan keyakinan berbeda, ada beberapa nilai yang dapat dipetik dari perayaan Paskah dan Ramadan. Salah satunya adalah nilai toleransi. Toleransi adalah sikap untuk menghargai perbedaan, baik itu perbedaan agama, suku, budaya, atau pendapat. Dalam perayaan Paskah dan Ramadan, umat beragama saling menghargai satu sama lain dan bersikap toleran terhadap perbedaan yang ada.
Selain toleransi, momen Paskah dan Ramadan juga dapat memperkuat solidaritas antarumat beragama. Solidaritas adalah sikap untuk saling membantu dan mendukung, terutama dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Dalam momen ini, umat beragama dapat saling berbagi kebahagiaan, seperti melalui pemberian makanan kepada yang membutuhkan atau berdoa bersama untuk kebaikan bersama.
Seyogianya, persatuan dan kesatuan bangsa adalah nilai-nilai yang sangat penting bagi keberlangsungan negara Indonesia. Namun, sayangnya, realitas di lapangan tidak selalu seperti yang diharapkan. Terdapat beberapa kasus intoleransi dan konflik antarumat beragama, seperti serangan terhadap gereja atau masjid, penghinaan terhadap agama, atau bahkan tindakan kekerasan. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung dalam momen Paskah dan Ramadan.
Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk memperkuat toleransi dan solidaritas antarumat beragama. Salah satunya adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang memberikan pemahaman yang benar tentang agama dan mengajarkan nilai-nilai toleransi dan solidaritas dapat membentuk generasi yang lebih toleran dan saling menghargai.
Selain itu, pemerintah juga perlu berperan aktif dalam memperkuat toleransi dan solidaritas antarumat beragama. Pemerintah dapat memberikan sanksi tegas kepada pelaku intoleransi dan konflik antarumat beragama, serta memperkuat program-program yang memromosikan toleransi dan solidaritas antarumat beragama.
Di samping itu, peran tokoh agama juga sangat penting dalam memperkuat toleransi dan solidaritas antarumat beragama. Tokoh agama dapat menjadi contoh dalam bersikap toleran dan saling membantu, serta memberikan pemahaman yang benar tentang agama kepada masyarakat.
Toleransi merupakan kemampuan untuk menghargai perbedaan dan memahami sudut pandang orang lain tanpa harus memaksakan pandangan kita. Kita tidak selalu harus sepakat dengan orang lain, namun kita bisa belajar untuk menghargai perbedaan tersebut dan tetap menjaga hubungan yang baik dengan mereka.
Untuk memperkuat toleransi, kita perlu memulainya dari diri sendiri. Kita bisa mulai dengan tidak memperkeruh suasana dengan mengeluarkan komentar atau tindakan yang menyinggung kelompok lain. Kita juga bisa mulai dengan memperluas pergaulan dengan orang dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan suku. Dengan begitu, kita bisa memahami dan menghargai perbedaan yang ada.
Pendidikan Sangat Penting
Selain itu, pendidikan juga memegang peranan penting dalam memperkuat toleransi. Pendidikan yang memberikan pengajaran tentang nilai-nilai toleransi dan menghargai perbedaan dapat membentuk generasi yang lebih toleran dan menghargai perbedaan. Sebagai generasi muda, kita bisa memperjuangkan pendidikan yang lebih inklusif dan memberikan kesempatan yang sama bagi semua kelompok masyarakat.
Kita juga bisa memperkuat toleransi melalui media sosial. Media sosial dapat digunakan sebagai sarana untuk saling berbagi informasi dan pandangan, namun kita juga harus memperhatikan cara kita berinteraksi dengan orang lain di media sosial. Kita harus memperhatikan bahasa yang kita gunakan dan memastikan bahwa kita tidak mengeluarkan komentar yang menyinggung kelompok lain.
Dalam menghadapi tantangan untuk memperkuat toleransi, kita sebagai generasi muda memiliki tanggung jawab yang besar. Kita harus mengambil peran dalam memperkuat toleransi agar bisa menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Jangan tunggu lagi. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.
Dalam momen yang sangat penting bagi umat Kristen dan muslim, yaitu Paskah dan Ramadan, kita dihadapkan dengan peluang besar untuk menunjukkan toleransi dan saling menghargai antaragama.
Sebagai kota yang akan menjadi penyangga ibu kota negara, Samarinda harus menjadi percontohan dalam mewujudkan sikap toleransi yang berlandaskan pada penghormatan terhadap perbedaan agama.
Toleransi merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam sebuah negara yang memiliki beragam suku, agama, dan budaya seperti Indonesia. Kita perlu mampu menerima perbedaan dan memperlakukan sesama dengan baik, tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang lainnya.
Momen Paskah dan Ramadan yang bersamaan ini, kita dapat memperlihatkan toleransi dengan berbagai cara. Kita bisa berdialog, saling mengucapkan selamat dan bersilaturahmi. Dengan sikap ini, kita dapat memupuk hubungan yang harmonis dan mempererat persaudaraan antarsesama.
Namun, untuk menjadi role model dalam hal toleransi, kita harus terus menerus mempraktikkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ini ini tidak hanya dipraktikan pada momen Paskah atau Ramadan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.
Menghormati perbedaan agama dan budaya, menghargai pandangan orang lain, dan menghindari tindakan diskriminasi merupakan hal yang sangat penting dalam mewujudkan kehidupan yang harmonis.
Sebagai provinsi yang ditetapkan sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur memiliki tanggung jawab besar dalam menunjukkan sikap toleransi dan menghargai perbedaan. Toleransi akan menciptakan rasa aman dan damai di tengah-tengah masyarakat yang beragam. Oleh karena itu, kita semua harus berperan aktif dalam membangun kehidupan yang toleran dan menghargai perbedaan.
Indonesia Perlu Meniru Kehidupan Toleransi di Nusa Tenggara Timur (NTT)
Masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari berbagai suku dan agama yang hidup secara berdampingan dengan harmonis. Meskipun mayoritas penduduknya adalah Kristen, namun toleransi antarumat beragama di NTT sangatlah tinggi.
Pola kehidupan sosial masyarakat di NTT mengedepankan kekerabatan dan persaudaraan. Pola ini merupakan tradisi yang telah diwariskan oleh para leluhur. Bahkan pola ini telah diterapkan sejak masuknya Agama Islam di Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur pada abat ke-15, kemudian menyebar ke Ende dan Alor (catatan beberapa sumber), sebelum masuknya agama Hindu dan Budha ke NTT.
Peneliti menyebut kearifan lokal di NTT merupakan warisan budaya yang berperan aktif dalam menjaga kesatuan dan toleransi di antara umat beragama di NTT. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan masyarakat NTT untuk saling membantu dalam kegiatan-kegiatan seperti panen, membangun rumah, atau bahkan kegiatan keagamaan dan lain sebagainya.
Nilai-nilai kearifan lokal tersebut antara lain Gemohing (gotong royong) yang diterapkan di Flores Timur, Palomai (saling tolong menolong meringankan beban), tana nua watu lisi (istilah yang menjelaskan keterikatan dan kesatuan yang terjalin sebagai orang bersaudara) yang diterapkan di Pulau Sumba, di Ende disebut Wulumana, Manggarai disebut Wuat Wa’i Sikka disebut Witi Kikir Rema Epak, Pulau Rote disebut Madene dan Mahua, dan Pulau Timor disebut Tmeouptabua.
Keberagaman agama di NTT juga tercermin dalam berbagai tradisi dan upacara adat yang dilakukan oleh masyarakat. Misalnya, upacara adat upacara “Lamaholot” yang dilakukan oleh suku Lamaholot (Flores Timur, Lembata) dan upacara adat “Wulla Poddu” yang dilakukan oleh suku Ende dan masih banyak upacara adat lainnya. Upacara-upacara adat tersebut biasanya dihadiri oleh orang-orang dari berbagai agama dan suku, dan masing-masing tetap dapat mempertahankan kepercayaan dan kebiasaannya sendiri.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kearifan lokal di NTT sangatlah didasarkan pada toleransi antarumat beragama. Hal ini menjadi sebuah nilai yang sangat penting dan patut dijaga, karena mampu menciptakan harmoniaasi dan kerukunan antarmasyarakat yang beragam agama dan suku di NTT.
NTT Mendapatkan Award Kerukunan Hidup Antar Beragama
Atas dasar itu, Tahun 2015, NTT menerima “Kerukunan Hidup Antarumat Beragama Award” dari pemerintah pusat di Istana Negara. Selanjutnya pada tahun 2021, NTT memperoleh indeks kerukunan umat beragama (KUB) sebagai provinsi toleransi tertinggi dari Kementerian Agama. Nilai rata-rata nasional 72,39 atau naik 4,93 poin dari tahun 2020.
NTT sendri mendapatkan nilai 81,07 dengan indeks KUB terbaik di atas provinsi Papua yang menduduki peringkat dua mendapatkan nilai 80,20 dan Provinsi Sulawesi Utara di peringkat ketiga yang mendapat nilai 78,35.
Indeks KUB adalah ruang diseminasi riset kebijakan berupa pemetaan kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia. Selain itu, riset ini pun memotret dinamika keagamaan aktual sekaligus mencari formula solusi untuk kebijakan keagamaan yang lebih baik.
NTT tidak hanya merupakan akronim dari Nusa Tenggara Timur, tetapi Nusa Toleransi Tertinggi. Demikian masyarakat setempat menyematkan julukan untuk wilayahnya. Mari buktikan nasionalisme dengan lebih memperkuat toleransi.