Samarinda, infosatu.co – Jumlah kasus kekerasan di Kalimantan Timur (Kaltim) tercatat kian mengalami peningkatan.
Berdasarkan laporan simponi Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, mencapai 1.110 per Oktober 2025.
Melihat data tersebut, Pemerintah Provinsi Kaltim memperkuat layanan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) sebagai upaya pencegahan berbasis keluarga.
Kepala DKP3A, Noryani Sorayalita, mengatakan bahwa layanan Puspaga semakin relevan ketika data menunjukkan peningkatan kekerasan yang cukup signifikan dalam dua bulan terakhir.
“Per September 2025 kasusnya 1.020, lalu di Oktober naik menjadi 1.110. Artinya ada penambahan 90 kasus hanya dalam satu bulan,” ujarnya.
Kenaikan juga terjadi pada jumlah korban. Tercatat pada September terdapat 1.091 korban, kemudian mengalami peningkatan menjadi 1.188 korban per Oktober 2025.
“Jika dihitung rata-rata, ada 3–4 kasus dan 3–4 korban baru setiap hari. Ini angka yang tidak bisa dianggap ringan,” tambahnya.
Sebagian besar kasus terjadi dalam lingkup rumah tangga, dengan pelaku mayoritas merupakan orang terdekat, baik pasangan, kerabat, maupun orang yang dikenal langsung oleh korban.
Data ini menunjukkan bahwa persoalan kekerasan tidak lagi hanya terjadi pada keluarga berisiko tinggi, tetapi juga rumah tangga yang secara sosial terlihat baik-baik saja.
Untuk menjawab situasi tersebut, Pemprov Kaltim mendorong penguatan peran Puspaga di sembilan daerah, yakni, Kabupaten Paser, Kota Balikpapan, Kabupaten Berau, Kutai Kartanegara, Kota Samarinda, Kutai Barat, Kutai Timur, Kota Bontang dan Penajam Paser Utara.
Di daerah-daerah ini, Puspaga menjadi pusat aduan, konseling, sekaligus edukasi bagi keluarga.
“Puspaga menyediakan layanan konseling dengan psikolog profesional. Gratis. Tujuannya agar masyarakat yang mengalami masalah keluarga bisa mendapat bantuan tanpa harus takut atau malu,” ungkap Soraya.
Menurutnya, banyak kasus kekerasan berawal dari masalah komunikasi keluarga, tekanan ekonomi, minimnya peran kedua orang tua dalam pengasuhan, hingga ketidakseimbangan relasi dalam rumah tangga.
“Tidak semua kekerasan berbentuk fisik. Banyak yang bersifat psikologis dan ini sering kali tidak disadari,” jelasnya.
Soraya menjelaskan bahwa Puspaga tidak hanya berfungsi sebagai layanan pengaduan, tetapi juga tempat belajar parenting, pembinaan pranikah, dan edukasi tentang pola asuh yang sehat.
“Puspaga dibentuk bukan hanya untuk keluarga yang sudah bermasalah. Mereka yang akan berkeluarga atau baru menikah juga bisa belajar tentang pola asuh, komunikasi, dan ketahanan keluarga,” katanya.
Hal ini diperlukan karena banyak konflik rumah tangga bermula dari kurangnya kecakapan pengelolaan emosi, tidak adanya pembagian peran yang adil, dan pola pengasuhan yang tidak disepakati bersama.
“Jika kualitas komunikasi baik, sering kali konflik bisa diselesaikan tanpa menjadi kekerasan,” ujarnya.
Penguatan Puspaga sejalan dengan regulasi daerah, yakni Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga.
Regulasi tersebut menegaskan bahwa pembangunan karakter bangsa dimulai dari keluarga yang sehat, kuat, dan mampu menghadapi tekanan sosial.
Pembangunan keluarga juga merupakan bagian dari kebijakan nasional yang diatur dalam UU 52/2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, dengan lima dimensi ketahanan. Legalitas dan pemenuhan kebutuhan keluarga; Ketahanan fisik; Ketahanan ekonomi; Ketahanan sosial psikologis; Ketahanan sosial budaya.
“Semua dimensi ini saling terhubung. Jika satu rapuh, maka hubungan keluarga ikut rapuh. Pada titik itu, risiko kekerasan meningkat,” kata Soraya.
Selain konseling, pemerintah juga memperkuat kerja sama lintas instansi seperti dinas sosial, kepolisian, lembaga psikologi, dan organisasi masyarakat. Penguatan jejaring ini diperlukan agar laporan kekerasan dapat ditangani lebih cepat, akurat, dan tepat sasaran.
Menurut Soraya, mencegah kekerasan harus dilakukan dari hulu, bukan hanya merespons laporan yang sudah terjadi.
“Kalau keluarga kuat, maka kekerasan bisa dicegah dari awal. Puspaga adalah bagian dari strategi pencegahan itu,” tegasnya.
Ia mengajak semua pihak untuk berperan aktif mulai dari lingkungan rumah, RT RW, lembaga pendidikan, hingga organisasi perempuan sebagai garda terdepan untuk menciptakan keluarga yang aman.
“Pembangunan manusia dimulai dari keluarga. Kalau keluarganya sehat, masyarakatnya kuat, dan negara ikut maju,” pungkasnya. (Adv Diskominfo Kaltim)
Editor: Nur Alim
