Bantul, infosatu.co – Di tengah udara sejuk dan aroma khas pepohonan pinus, rombongan Media Sukri Indonesia (MSI) Grup menikmati pengalaman budaya yang langka.
Rombongan MSI mencoba tradisi Gejog Lesung bersama paguyuban kesenian “Madyo Laras” di kawasan wisata Hutan Pinus Mangunan, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul, Senin, 20 Oktober 2025.
Kegiatan ini menjadi bagian dari perjalanan penutup MSI Grup di Pulau Jawa sebelum kembali ke Kalimantan Timur (Kaltim).
Setelah sebelumnya menapaki Bromo dan berziarah di Pasuruan, rombongan kini mengeksplorasi kearifan lokal Yogyakarta yang masih lestari di tengah modernisasi.
Lokasi Hutan Pinus Mangunan terletak sekitar 23 kilometer dari pusat Kota Yogyakarta, atau dapat ditempuh dalam waktu 45-60 menit perjalanan menggunakan kendaraan pribadi ke arah selatan.
Sepanjang perjalanan, pengunjung akan disuguhi panorama perbukitan Imogiri dan jalan berkelok dengan udara yang semakin sejuk setiap kilometer-nya.
Suhu di kawasan ini cukup sejuk, sangat cocok untuk wisata alam dan aktivitas santai di luar ruangan.
Harga tiket masuk kawasan wisata ini terbilang terjangkau, hanya sekitar Rp7.000 per orang, dengan tambahan biaya parkir motor Rp3.000 dan mobil Rp10.000.
Selain hamparan hutan pinus yang menenangkan, kawasan ini juga menawarkan beragam spot wisata seperti Panggung Alam Pinus Asri, Watu Abang, Bukit Panguk Kediwung, hingga Puncak Becici yang terkenal dengan panorama mataharinya.
Salah satu daya tarik budaya yang masih terjaga di kawasan ini adalah pertunjukan Gejog Lesung, yang dilakukan oleh paguyuban kesenian Madyo Laras kelompok seni tradisional asal Dlingo, Bantul, yang sudah berdiri lebih dari dua dekade.
Nama Madyo Laras sendiri memiliki makna “irama tengah yang harmonis”, mencerminkan filosofi masyarakat Jawa tentang keseimbangan hidup, kebersamaan, dan keselarasan dengan alam.
Kesenian ini menggunakan lesung (tempat menumbuk padi dari kayu besar) dan alu (penumbuk padi panjang), dimainkan secara ritmis oleh sekelompok perempuan desa.
Irama tabuhan kayu berpadu dengan lantunan tembang Jawa, menciptakan suasana yang magis sekaligus membangkitkan nostalgia masa lalu.
Rombongan MSI Grup terdiri dari CEO Mohammad Sukri bersama tiga wartawan, Ira, Aminah dan Adi turut mencoba memainkan lesung di bawah bimbingan para seniman perempuan Madyo Laras.
“Menarik sekali. Suara kayu yang saling beradu ternyata punya harmoni tersendiri. Ada nilai gotong royong dan kebersamaan di dalamnya,” ujar Ira satu wartawan MSI dari Narasi.co setelah ikut menabuh lesung.
Bagi masyarakat setempat, gejog lesung bukan sekadar pertunjukan, melainkan bagian dari warisan agraris yang dulu menjadi simbol syukur usai panen.
Kini, tradisi ini dikemas sebagai atraksi wisata budaya yang edukatif dan interaktif bagi pengunjung.
Salah satu anggota Madyo Laras mengatakan, tradisi ini diajarkan lintas generasi agar anak muda tetap mengenal akar budaya mereka.
“Kalau dulu gejog lesung dilakukan setelah panen, sekarang jadi media melestarikan tradisi. Kami senang banyak wisatawan mau ikut mencoba,” ujarnya.
Bagi CEO MSI Grup, Mohammad Sukri, pengalaman di Hutan Pinus Mangunan menjadi penutup perjalanan yang berkesan.
Ia menyebut, kegiatan ini bukan hanya wisata, tapi juga pembelajaran tentang kearifan lokal yang sejalan dengan semangat jurnalisme positif.
“Kami belajar banyak dari perjalanan ini tentang alam, tentang budaya, dan tentang bagaimana masyarakat menjaga tradisi dengan penuh cinta. Ini pengalaman yang memperkaya,” ujarnya.
Dengan harmoni antara udara pegunungan yang sejuk, suara gejog lesung yang berpadu ritmis, serta sambutan hangat masyarakat lokal, kunjungan MSI Grup ke Hutan Pinus Mangunan menjadi simbol bahwa perjalanan jurnalistik juga bisa menjadi perjalanan budaya dan spiritual yang menenangkan.