Samarinda, infosatu.co – Korfball merupakan olahraga yang berasal dari negeri kincir angin yaitu Belanda. Seorang guru di Amsterdam bernama Nico Broekhuysen lah yang menciptakan olahraga ini. Di Indonesia, korfball popular disebut bola keranjang.
Terinspirasi dari permainan ringball yang dikenal saat berada di Swedia, Nico Broekhuysen pun memodifikasi permainan tersebut dan akhirnya terciptalah permainan baru dengan nama korfball.
Olahraga unik yang menyetarakan gender ini mewajibkan laki-laki dan perempuan bermain besama dalam satu tim. Setiap tim terdiri dari 4 laki-laki dan 4 perempuan alias 8 orang pemain (K8).
Tidak hanya K8, permainan ini juga bisa dimainkan hanya dengan 4 orang pemain (K4). Itu artinya, setiap tim terdiri dari 2 laki-laki dan 2 perempuan.
Dalam permainan korfball, kontak fisik sangat jarang terjadi karena hal itu sangat tidak dianjurkan. Pemain laki-laki harus menjaga pemain laki-laki, perempuan dengan perempuan dan itu menjadi aturan wajib.
Sehingga tidak akan terjadi pelecehan-pelecehan yang tidak diinginkan. Permainannya simple, tidak mengenal usia, tidak mengenal tinggi badan. Yang penting pemain lincah untuk cetak poin ke keranjang.
Ketua Persatuan Korfball Seluruh Indonesia (PKSI) Kota Samarinda Mohammad Novan Syahronny Pasie melalui salah satu pengurus, Robby Marzuki membenarkan bahwa cabang olahraga korfball di Kaltim memang belum sepopuler basket, futsal ataupun sepakbola.
Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi di masyarakat, dan untuk memasyarakatkan olahraga korfball di Indonesia diperlukan upaya nyata, seperti mengadakan turnamen dan lainnya.
“Turnamen antar klub di masing-masing provinsi harus dilakukan guna menyosialisasikan korfball, menumbuhkan bibit-bibit atlet korfball, pembinaan prestasi atlit korfball serta demi kemajuan korfball yang modern dan profesional,” ungkapnya.
Selain mengadakan turname antar klub, pihaknya juga sudah menyosialisasikan olahraga ini ke beberapa sekolah jenjang SMA di Kota Samarinda. Target ke depannya, ia akan menyosialisasikan permainan ini pada anak jenjang SMP.
“Kita sudah bicara dengan ketua Samarinda, nanti arahnya ke SMPN 4, SMPN 5 dan sekitarnya. Supaya bisa mengenal sejak dini dulu, yang penting menumbuhkan kegemaran dan mereka senang. Masalah atlet atau bukan atlet kan bisa berkembang secara dinamis,” ujarnya.
PKSI Samarinda juga sudah mengupayakan agar korfball ini bisa dijadikan ekskul, namun belum banyak yang merespon karena terbentur pandemi dan siswa tidak ke sekolah.
Namun, beberapa guru olahraga dan sekolah juga sudah mendukung hal tersebut. Jika pembelajaran tatap muka sudah aktif dan sekolah ramai kembali kemungkinan bisa dijadikan ekskul.
“Harapannya begitu, nanti kami juga akan mendorong melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Samarinda. Saat ini kurang lebih 10 hingga 15 sekolah sudah siap menjadikan korfball sebagai ekskul,” bebernya.
Sementara ini, pelatihan dan pembinaan klub berada di Universitas 17 Agustus (Untag) Samarinda. Di tempat lain, pelatihan dan pembinaan juga dilakukan di SMAN 13 Samarinda. (Editor: Dani)