Dikutip dari buku Adab-Adab Haji oleh Sa’id bin Ali bin Wahf al-Qahthani dengan penerjemah Muhammad Iqbal A. Gazali, dianjurkan membawa hadiah, karena menyenangkan hati dan menghilangkan permusuhan. Dianjurkan menerimanya dan memberi balasan atasnya. Dimakruhkan menolaknya tanpa alasan syari. Karena inilah Nabi ﷺ bersabda,
تهادوا تحابوا
“Hendaklah kamu saling memberi hadiah niscaya kamu saling mencintai.” (HR. Abu Ya’la dalam Musnadnya no. 6148, al-Baihaqi dalam sunan kubra 6/169 dan dalam Syu’abul Iman no. 8976, al-Bukhari Adabul Mufrad no. 594, al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Talkhish Khabir 3/70: Isnadnya hasan..
Hadiah adalah penyebab kecintaan di antara kaum muslimin. Karena inilah sebagian mereka berkata: Hadiah manusia, satu sama lain melahirkan keterkaitan di hati mereka. Diriwayatkan bahwa salah seorang jamaah haji pulang kepada keluarganya dan tidak membawa apa-apa untuk mereka. Maka salah seorang dari mereka marah lalu membaca syair:
Jamaah haji saat ini tidak beribadah tidak membawa siwak dan tidak pula sendal darinya. Mereka datang kepada kami, maka tidak bermurah tangan dengan kayu arak-
انها مباركة انها طعام طعم
“Sesungguhnya ia penuh berkah, sesungguhnya ia adalah makanan orang yang makan dan (pengobat sakit).” (HR Muslim)
Dari Jabir radhiyallahu, ia memarfu’kannya:
ماء زمزم لما شربله
“Air zamzam untuk sesuatu yang ia niatkan.” (HR. Ibnu Majah)
Disebutkan bahwa, “Nabi ﷺ membawa air zamzam di bejana dan geriba (tempat air dari kulit), maka beliau ﷺ memberikan kepada yang sakit dan meminumkan mereka.” (HR. At-Tirmidzi).