Samarinda, infosatu.co– Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menyebut korupsi di era sekarang lebih luas dan gila daripada di era Orde Baru (Orba) dahulu. Ia menyebut salah satu keganasaan korupsi di era ini adalah korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebelum selesai dibuat.
Ia menerangkan, di era Orba korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dibangun melalui korporatisme, sedangkan pada era saat ini KKN dibangun melalui kebebasan dan dilakukan secara mandiri.
“Kalau dulu modus korupsinya APBN jadi dulu, ada sekian-sekian triliun, oh nanti yang mengurusi PT ini diberi proyek urusan jalan ini, urusan organisasi PT ini, sudah ada jaringan siapa yang mengambil proyek-proyek itu. Jadi, korporatis,” ungkap Mahfud MD ketika menjadi pembicara dalam ‘Dialog Menko Polhukam: Perkembangan Situasi Aktual Politik, Hukum, dan Keamanan’ di kanal Youtube Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu (5/6/2021).
Lebih jauh Mahfud menjelaskan korupsi di Orba lebih terorganisir dengan membangun jaringan korporatisme sehingga setiap dibuat organisasi yang nantinya akan memperoleh proyek-proyek tertentu.
“Dulu korupsinya terkoordinasi. Di dalam desertasi saya pada 1993 mengungkap pemerintah membangun jaringan korporatisme sehingga semua institusi dibuat organisasi lalu kemudian dibagi siapa yang menjadi pimpinan lalu memperoleh proyek dan sebagainya,” bebernya.
Sementara korupsi di era saat ini jauh berbeda dengan era dulu. saat ini korupsi banyak dilakukan secara individu dan meluas.
“Sekarang bapak lihat ke DPR, korupsi sendiri, MA korupsi sendiri, MK hakimnya korupsi, kepala daerah, DPRD ini semua korupsi sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Kemudian ia menjelaskan saat ini banyak pejabat publik yang melakukan korupsi secara mandiri dengan mengatasnamakan demokrasi.
“Karena atas nama demokrasi. Saya bebas melakukan apa saja, pemerintah nggak boleh ikut campur,” katanya.
Lebih jauh, ia menerangkan maraknya korupsi di era saat ini terjadi akibat hukum telah lepas dari esensinya. Dalam ilmu hukum dijelaskan bahwa hukum merupakan bagian dari norma yang bersumber dari moral sehingga seharusnya hukum dijiwai oleh moralitas.
Namun faktanya saat ini hukum telah lepas dari moral dan banyak pejabat publik justru menggunakan hukum untuk menjustifikasi perbuatan korupsinya.
“Sekarang, hukum itu lepas dari moral. Sekarang, orang itu mencari pembenaran melalui aturan hukum. Mau korupsi ada dalilnya kok sekarang,” kata dia.
Salah satu contoh yang disebutnya adalah kasus pemberian suap yang dilakukan oleh eks Gubernur Jambi kepada anggota DPRD. Gubernur terpaksa memberi mobil mewah Toyota Alphard kepada masing-masing anggota DPR agar mereka bersedia hadir dalam rapat pengesahan ABPD.
“Anggota DPRD bilangnya nggak mau menyetujui jika tidak dikasih anggaran. DPRD bilangnya saya tidak mau anggaran begini, bila tidak diberi jatah segini. Dalilnya untuk korupsi ada, karena untuk membuat Perda harus dengan persetujuan DPRD,” tuturnya.
Oleh karena itu, Mahfud MD mengajak para akademisi untuk dapat menyumbangkan pemikirannya untuk mengatasi persoalan-persoalan bangsa terutama persoalan korupsi yang telah menggergoti tubuh NKRI.
Menurutnya, diperlukan kontribusi dari para pakar, termasuk para pakar di bidang hukum serta akademisi yang menekuni studi Pancasila sebagai dasar untuk memperbaiki moral bangsa dan membentuk perilaku yang lebih baik
“Mari perbaiki bangsa ini, perbuat sejauh apa yang kita bisa buat,” tutupnya. (editor: Irfan)