
Kukar, infosatu.co – Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Laboratorium Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) melakukan pengujian kualitas air.
Itu dilakukan di sejumlah titik sungai yang berdekatan dengan aktivitas pertambangan dan industri.
Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam menjaga keberlanjutan sumber daya air di wilayah Kukar.
Kepala UPTD Laboratorium DLHK Kukar, Abdul Rokhim, menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mengetahui kondisi kualitas air berdasarkan parameter fisika dan kimia.
Sehingga hasilnya dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam berbagai kegiatan sesuai peruntukan.
“Tujuan kegiatan ini untuk mengukur kualitas air tersebut berdasarkan parameter fisika dan kimia serta hasil pengujiannya dapat dipertimbangkan untuk kegiatan tertentu sesuai peruntukannya,” ujar Rokhim, Selasa, 9 September 2025.
Menurutnya, pemantauan kualitas air tidak hanya penting untuk menjaga keseimbangan lingkungan, tetapi juga memastikan sumber daya air tetap layak digunakan.
Untuk itu, tim laboratorium melakukan pengambilan sampel dan pengujian parameter lapangan di sejumlah lokasi sungai.
Wilayah yang menjadi sasaran antara lain Tabang, Kembang Janggut, Kenohan, Kota Bangun, Sebulu, Muara Kaman, Muara Jawa, Sanga-Sanga, Sungai Meriam Anggana, Loa Janan, Loa Kulu, Tenggarong, Muara Badak, hingga Marangkayu.
Pengambilan sampel dilakukan di titik-titik representatif yang telah ditentukan sesuai standar teknis pemantauan kualitas air.
Tim analis lingkungan dari DLHK Kukar turun langsung ke lapangan untuk memastikan data yang diperoleh sesuai dengan kondisi aktual.
Dalam pengujian lapangan (in-situ), sejumlah parameter awal seperti Power of Hydrogen (PH), Total Dissolve Solid (TDS), dan suhu air menjadi indikator utama yang diamati.
Data tersebut memberi gambaran cepat mengenai kondisi kualitas air di lokasi pengambilan sampel.
Selanjutnya, sampel dibawa ke laboratorium untuk pengujian lebih mendalam menggunakan metode terakreditasi.
Pemeriksaan lanjutan meliputi parameter kimia dan mikrobiologi, di antaranya Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), serta Dissolved Oxygen (DO).
Seluruh rangkaian analisis dilakukan berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan peraturan perundang-undangan terkait baku mutu air.
Rokhim menegaskan bahwa hasil pengujian tidak bisa serta-merta menyimpulkan semua sungai tercemar, sebab setiap titik memiliki komposisi berbeda dan perlu dihitung secara cermat.
“Kita tidak bisa menyebut semuanya tercemar, sebab banyak penghitung atau banyak komposisi yang kita hitung,” katanya.
Salah satu acuan yang digunakan adalah Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH).
Penghitungan ini diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 27 Tahun 2021 sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
IKLH sendiri terdiri dari sejumlah indeks komposit yang memberikan informasi spesifik tentang kualitas masing-masing komponen lingkungan, yang secara keseluruhan menggambarkan kondisi lingkungan hidup suatu daerah.
“Dari proses itu baru kita ketahui status mutu air mulai dari baik, sedang dan ringan. Jadi beberapa parameter penilaian itu fluktuatif,” jelas Rokhim.
Ia menambahkan, kegiatan ini tidak hanya bermanfaat bagi kepentingan laboratorium semata, tetapi memiliki nilai strategis bagi pemerintah daerah dalam menyusun kebijakan pengelolaan sumber daya air.
Data hasil pengujian juga menjadi sumber informasi penting bagi masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya.
Melalui data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, pemantauan kualitas air ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi upaya konservasi serta langkah pengendalian pencemaran lingkungan di Kutai Kartanegara. (Adv)

