
Samarinda, infosatu.co – Jumlah guru bimbingan dan konseling (BK) di sekolah negeri tidak sebanding dengan banyaknya siswa yang mereka tangani. Penerimaan hak bagi para guru BK di satuan pendidikan juga masih memprihatinkan.
Hal itu diungkapkan Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur Rusman Ya’qub saat diwawancarai setelah rapat dengar pendapat (RDP) terkait eksistensi profesi bimbingan dan konseling dalam upaya pembangunan Indonesia di Gedung D DPRD Kaltim, Selasa (10/10/2023).
“Saya terkejut ketika tahu bahwa eksistensi guru BK di satuan pendidikan terutama di sekolah negeri masih sangat kurang. Bahkan, beberapa sekolah di Samarinda ini hanya memiliki lima bahkan dua guru BK, tetapi siswa-siswi yang harus mereka tangani ada ribuan,” jelasnya.
Tak hanya persoalan eksistensi guru BK, Rusman juga menyoroti fasilitas ruang konseling di sekolah yang kurang layak untuk ruang kerja. Bahkan, ada beberapa sekolah yang tidak menyediakan ruangan konseling secara khusus. Fasilitas yang disediakan hanya ruangan tak terpakai sehingga belum memenuhi standar.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini juga menegaskan bahwa problematika di lingkungan sekolah tidak bisa dilimpahkan seluruhnya kepada guru BK.
“Persepsi guru lain terhadap guru BK ini harus diluruskan. Jangan sampai seolah-olah problematika siswa harus ditangani guru BK, padahal guru lain juga berperan,” lanjutnya.
Apalagi, guru BK dianggap tidak memiliki jam mengajar yang padat sehingga dibebani tugas untuk menangani setiap permasalahan siswa. Sebab, mereka seringkali mendapatkan tugas tambahan yang harus dilaksanakan.
Lebih lanjut, Rusman juga mencatat bahwa permasalahan siswa semakin kompleks. Maka, guru BK dituntut meningkatkan kompetensinya dalam menangani masalah siswa yang rumit.
Rusman yang juga dosen prodi Administrasi Publik di Universitas Mulawarman ini menyampaikan rencananya bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kalimantan Timur tentang rencana pembentukan klinik konseling. Hal ini solusi dari permasalahan siswa yang tidak dapat ditangani oleh guru BK maupun mata pelajaran lain di satuan pendidikan.
“Diharapkan ini menjadi solusi tepat. Karena ada saja masalah-masalah krusial yang tidak bisa ditangani oleh guru, maka dari itu akan dilimpahkan kepada yang lebih berkompeten yaitu psikolog,” pungkasnya.