
Samarinda, infosatu.co – Keberadaan Mall Lembuswana yang berdiri di atas lahan milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) akan habis Hak Guna Bangunan (HGB)-nya pada 2026.
Komisi II DPRD Kaltim merekomendasikan agar kerja sama pemanfaatan lahan dengan pihak pengelola mall tidak lagi diperpanjang, menyusul evaluasi atas efektivitas dan kontribusi aset daerah.
Ketua Komisi II DPRD Kaltim, Sabaruddin Panrecalle, menyatakan rekomendasi tersebut diambil untuk mendorong penataan aset milik pemerintah secara transparan dan berorientasi pada kepentingan publik.
“Kami di komisi II merekomendasikan untuk tidak diperpanjang,” kata Sabaruddin, Senin, 2 Juni 2025.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa keputusan akhir masih menunggu hasil kajian dari instansi terkait guna memastikan langkah lanjutan yang tepat dan berdampak jangka panjang bagi daerah.
“Kami masih menunggu informasi ini,” ujarnya menambahkan.
Sabaruddin menilai bahwa pemanfaatan lahan daerah oleh pihak swasta semestinya berlandaskan prinsip keadilan dan memberikan nilai tambah terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Ia mendorong agar setiap bentuk kerja sama ke depan tidak sekadar administratif, melainkan juga mempertimbangkan kontribusi ekonomi yang nyata bagi masyarakat.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi Kaltim maupun pihak pengelola Mall Lembuswana terkait wacana tersebut.
Namun, isu ini mulai menjadi perhatian publik, mengingat posisi mall tersebut sebagai salah satu ikon perbelanjaan utama di Kota Samarinda.
Mall Lembuswana berdiri sejak 1998 di atas lahan eks-Taman Budaya dan menjadi pusat perbelanjaan tertua kedua di Samarinda. Kompleks ini juga mencakup enam unit ruko, dan dikenal luas sebagai tempat berkumpul masyarakat hingga kini, meskipun menghadapi persaingan ketat dari pusat perbelanjaan lain yang lebih modern.
Persoalan pemanfaatan lahan Mall Lembuswana mencerminkan isu yang lebih luas terkait tata kelola aset daerah.
Dalam beberapa tahun terakhir, DPRD Kaltim menekankan perlunya evaluasi terhadap seluruh aset milik pemerintah provinsi yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga.
Komisi II berharap keputusan akhir nantinya mempertimbangkan secara matang manfaat ekonomi dan sosial yang diberikan. Jika kerja sama yang berjalan tidak memberikan dampak signifikan, maka opsi penataan ulang hingga pembukaan peluang investasi baru patut dikaji.
“Prinsipnya, aset daerah harus menjadi kekuatan pembangunan dan memberi nilai tambah untuk kesejahteraan masyarakat,” tegas politikus Partai Gerindra tersebut.