
Samarinda, infosatu.co – Kalimantan Timur (Kaltim) kini menempati posisi strategis dalam peta ketahanan pangan nasional.
Selain ditunjuk sebagai lokasi Ibu Kota Nusantara, provinsi ini diproyeksikan menjadi lumbung pangan baru Indonesia.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, sebelumnya telah menegaskan bahwa Kaltim memiliki potensi besar menopang swasembada pangan melalui pengembangan kawasan strategis pertanian.
Salah satu wilayah unggulan adalah Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), khususnya di Kecamatan Babulu dan Desa Gunung Mulia.
Daerah ini dinilai memiliki lahan pertanian produktif dan sumber daya pendukung.
Namun, perhatian besar dibutuhkan agar potensi tersebut tidak hanya tinggal potensi di atas kertas.
Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Baharuddin Muin, menyampaikan bahwa upaya penguatan sektor pertanian perlu difokuskan pada pembangunan infrastruktur penunjang, seperti bendungan dan sistem irigasi teknis.
“Desa Gunung Mulia memiliki potensi pertanian yang sangat bagus. Namun yang diperlukan sekarang adalah fasilitas yang memadai, terutama bendungan dan sistem irigasi,” kata Baharuddin saat ditemui di DPRD Kaltim, Rabu, 28 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa keberhasilan Kaltim sebagai motor ketahanan pangan nasional bergantung pada sejauh mana infrastruktur pertanian dibangun dan ditingkatkan.
“Kalau kita ingin bicara soal swasembada, maka tidak bisa tanpa dukungan sarana produksi yang kuat dan modern,” jelasnya.
DPRD Kaltim, lanjut Baharuddin, mendukung penuh kebijakan pertanian nasional yang tertuang dalam Asta Cita Presiden Prabowo Subianto, yang menempatkan kemandirian pangan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan lima tahun ke depan.
Saat ini, Dinas Pertanian Kabupaten PPU tengah menjalankan Program Optimalisasi Lahan (Oplah) dengan target ambisius: mengoptimalkan 5.896 hektare dari total 7.500 hektare lahan baku pertanian.
Program ini dibagi menjadi dua tahap, masing-masing selama tiga bulan. Tahap pertama mencakup 3.546 hektare, sementara sisanya akan diselesaikan dalam tahap kedua.
Program ini tidak hanya dirancang untuk meningkatkan produktivitas, tetapi juga memperkuat kemandirian pangan berbasis komunitas desa. Peningkatan akses irigasi, alat pertanian modern, dan pendampingan teknis menjadi komponen utama dalam implementasinya.
Namun, Baharuddin mengingatkan bahwa tantangan struktural belum sepenuhnya teratasi.
“Masih banyak petani kita yang kesulitan akses modal, belum lagi soal adaptasi teknologi. Ini perlu dijawab dengan kebijakan lintas sektor,” katanya.
Ia juga menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten, agar program ini tidak hanya berhenti pada tataran wacana atau proyek seremonial.
Penetapan Kalimantan Timur dalam cetak biru ketahanan pangan nasional membuka peluang besar bagi daerah.
Namun, realisasi tujuan ini membutuhkan komitmen politik dan anggaran yang sepadan, serta kerja sama yang erat dengan para pelaku pertanian di lapangan.