Samarinda, infosatu.co- Peraturan Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Nomor 49 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Media Komunikasi Publik kini menjadi perbincangan hangat di kalangan pelaku industri pers.
Aturan yang baru saja diterbitkan ini dinilai sebagai langkah strategis dalam membenahi pola kemitraan antara pemerintah daerah dan media massa, sekaligus menjamin kerja sama yang profesional, akuntabel, serta sesuai dengan prinsip-prinsip jurnalistik.
Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Kalimantan Timur menyampaikan dukungan penuh atas diterapkannya peraturan ini.
Menurut organisasi yang menaungi media-media siber di wilayah tersebut, Pergub 49/2024 bukanlah instrumen pembatas kebebasan pers, melainkan upaya membangun tata kelola yang sehat dalam ekosistem media.
Ketua JMSI Kalimantan Timur, Mohammad Sukri, menekankan bahwa regulasi tersebut seharusnya dipandang sebagai bentuk penguatan terhadap media yang memiliki komitmen terhadap profesionalisme.
“Peraturan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk membatasi kebebasan pers. Justru sebaliknya, kehadirannya memberi ruang bagi media yang berkomitmen menjalankan kerja jurnalistik secara bertanggung jawab dan profesional,” terang Sukri dalam pernyataan resminya, Jumat, 20 Juni 2025.
Menurutnya, kehadiran peraturan ini menjawab kebutuhan akan kepastian hukum dalam kerja sama media dan pemerintah.
Sebelum ditetapkan, proses penyusunan Pergub ini telah melalui diskusi panjang sejak 2021, melibatkan asosiasi media dan organisasi profesi pers, termasuk JMSI.
Sukri menambahkan, langkah serupa juga telah lebih dulu dilakukan di beberapa daerah lain seperti Riau, Sumatera Barat dan Kota Bontang, Kalimantan Timur, melalui regulasi serupa dalam bentuk Peraturan Wali Kota.
Ia juga menilai bahwa Pergub ini konsisten dengan kebijakan nasional, khususnya Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024, di pasal 4, 5 dan 6, mengatur kerja sama media.
Artinya, kebijakan daerah ini memiliki dasar pijakan yang kuat di tingkat nasional.
“Perbedaan pendapat adalah sesuatu yang lumrah dalam setiap lahirnya kebijakan publik. Namun yang tak kalah penting untuk dipahami, regulasi ini disusun melalui proses dialog yang melibatkan berbagai elemen, termasuk insan pers itu sendiri,” ujar Sukri.
Salah satu ketentuan dalam Pergub yang dianggap krusial adalah syarat kerja sama hanya dapat dilakukan dengan media yang telah berdiri minimal dua tahun dan memiliki struktur redaksi yang jelas.
Selain itu, media mitra pemerintah juga diwajibkan memiliki alamat kantor tetap serta dipimpin oleh pemimpin redaksi berlesensi utama, redaktur madya dan memiliki wartawan muda yang telah mengantongi sertifikasi kompetensi wartawan.
“Standar ini bukan hal baru. Pemerintah berhak meminta jaminan bahwa mitra komunikasinya kredibel dan memenuhi standar profesional,” jelas Sukri.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa peraturan ini sekaligus menjadi filter terhadap praktik-praktik yang tidak sehat dalam industri media, di mana individu atau kelompok tanpa struktur redaksi maupun badan hukum mencoba mengklaim diri sebagai media untuk kepentingan tertentu.
“Dengan adanya aturan ini, kerja sama menjadi lebih tertata. Pemerintah merasa aman, media juga lebih dihargai. Ini menciptakan persaingan yang sehat antar pelaku industri pers,” imbuhnya.
JMSI Kaltim sendiri, menurut Sukri, terus mendorong anggotanya untuk meningkatkan kualitas melalui proses verifikasi di Dewan Pers.
Hingga kini, setidaknya 125 media anggota JMSI Kaltim yang berada di 5 Kabupaten kota di Kaltim.
Sukri juga menambahkan bahwa regulasi ini tidak menyentuh ruang redaksi atau isi pemberitaan.
Yang diatur hanyalah kerangka kerja sama secara kelembagaan antara media dan pemerintah, dalam konteks pengelolaan komunikasi publik.
“Isu bahwa Pergub ini mengatur isi berita itu tidak benar. Yang diatur hanya soal kemitraan bisnis yang bersifat administratif. Ini untuk memastikan kedua belah pihak memiliki tanggung jawab hukum,” jelasnya.
Menanggapi munculnya penolakan dari beberapa pihak, Sukri mengingatkan bahwa suara-suara tersebut tidak mewakili JMSI Kalimantan Timur.
Bahkan, ia mempertanyakan legalitas dan kepatuhan terhadap standar jurnalistik dari media yang menolak regulasi ini.
“Jika ada media yang merasa terganggu, mungkin mereka perlu introspeksi. Apakah sudah memiliki badan hukum, struktur redaksi, dan wartawan yang kompeten?,” katanya.
“Ini penting sebagai bentuk tanggung jawab kepada publik,” kata dia.
JMSI, lanjut Sukri, terbuka terhadap media-media baru yang ingin tumbuh secara profesional.
Organisasi ini bahkan aktif membina anggota baru agar dapat memenuhi standar yang ditetapkan Dewan Pers.
CEO MSI Group itu memastikan bahwa JMSI Kaltim menolak wacana revisi terhadap isi Pergub 49/2024.
Menurutnya, seluruh ketentuan dalam peraturan tersebut telah disusun secara komprehensif bersama pihak pemerintah dan asosiasi media.
Namun jika di kemudian hari terdapat kebutuhan evaluasi, hal itu tetap akan dibahas secara kolektif dan terbuka.
Sukri berharap, peraturan ini menjadi momentum penting bagi dunia pers di Kalimantan Timur untuk melangkah ke arah yang lebih profesional.
Ia meyakini, regulasi ini akan mendorong lahirnya media-media lokal yang tangguh dan kredibel, serta mampu menjadi mitra strategis pemerintah dalam menyampaikan informasi pembangunan kepada masyarakat.
“Inilah momentum bagi media lokal untuk bertransformasi ke tingkat yang lebih profesional, menjadi mitra sejajar pemerintah, bukan hanya pelengkap semata. Peraturan ini tidak menghambat, justru mendorong terciptanya ekosistem pers yang sehat dan berintegritas,” pungkasnya.