Jakarta, infosatu.co – Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) menggandeng perusahaan penerbitan Booknesia dalam program penerbitan buku yang akan melibatkan seluruh pengurus daerah JMSI di Indonesia.
Kerja sama itu ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara JMSI dan Booknesia di Hall Dewan Pers, Jakarta, pada 18 Februari 2025.
Ke depan, JMSI di setiap daerah diharapkan mampu menerbitkan buku secara kontinyu. Dalam setahun, minimal satu buku.
Hal ini sebagaimana keberhasilan JMSI Kepulauan Riau yang baru saja meluncurkan buku Catatan Pelajar tentang Bahaya Narkoba. Buku ini merupakan kumpulan tulisan siswa SMA yang mengikuti workshop kepenulisan bertajuk “Ayo Jadi Penulis”.
Untuk memotivasi proses penerbitan buku, penandatanganan MoU tersebut juga dirangkai dengan peluncuran buku terbaru Ketua Umum JMSI Teguh Santosa.
Buku tersebut berjudul “Reunifikasi Korea: Game Theory” yang meraih penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) sebagai buku pertama di Indonesia yang membahas reunifikasi Korea secara mendalam.
Dalam keterangan resminya, General Manager Booknesia Yayat R. Cipasang, menyatakan bahwa setelah MoU ini, pihaknya akan segera mensosialisasikan program penerbitan buku ke seluruh pengurus JMSI di daerah.
Sosialisasi ini akan diawali dengan pelatihan kepenulisan, mulai dari pemilihan tema, teknik menulis, penyuntingan, hingga proses penerbitan.
“Kami ingin membangkitkan kembali tradisi menulis buku di kalangan jurnalis. Menulis buku bukan hanya sekadar dokumentasi, tapi juga bagian dari warisan intelektual,” kata Yayat.
Menurutnya, dunia jurnalistik saat ini lebih menitikberatkan pada kecepatan dalam menyajikan berita, sehingga banyak jurnalis yang jarang menulis buku.
Padahal, generasi jurnalis terdahulu juga aktif menulis buku, seperti Adinegoro dengan catatan perjalanannya, Mochtar Lubis yang banyak menulis novel, dan Salim Said yang mendalami topik militer.
Sementara itu, Teguh Santosa berharap program ini dapat mendorong jurnalis di daerah untuk mendokumentasikan beragam fenomena di wilayahnya.
“Setiap daerah punya cerita dan kekayaan budaya yang menarik untuk diangkat dalam sebuah buku,” ujar Teguh.

