Samarinda, infosatu.co – Dalam rangka Milad ke-113 Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Kalimantan Timur (Kaltim) memberikan apresiasi khusus kepada almarhumah Hj Lasiah binti H Imran Saleh atas kiprah dan ketekunannya dalam dunia dakwah.
Pada prosesi penganugerahan piagam Dakwah Muhammadiyah untuk almarhumah Lasiah, Meiliana Anak kedua Lasiah, mantan Pj Sekretaris Daerah (Sekda) Kaltim, tampil sebagai perwakilan keluarga.
Dalam kesempatan itu, ia mengisahkan perjalanan panjang kedua orang tuanya yang tanpa lelah mendorong tumbuhnya Muhammadiyah, Aisyiyah, dan berbagai amal usaha di Kalimantan Timur.
Meiliana menuturkan bahwa dirinya merupakan anak kedua dari almarhumah.
“Ya, saya anaknya Ibu Lasiah. Anak kedua. Saya melihat sendiri perjuangan beliau, perjuangannya luar biasa,” ujarnya mengawali saat ditemui awak media di Gedung Olah Bebaya, Minggu 23 November 2025.
Ia menegaskan bahwa sang ibu adalah sosok pejuang yang tak pernah berhenti memperjuangkan dakwah dan amal usaha.
“Saya menganggap bahwa Ibu saya itu adalah seorang pejuang, pejuang bagaimana memperjuangkan Aisyiyah itu bisa eksis,” ungkapnya.
Lebih jauh, Meiliana menyampaikan bahwa bukan hanya ibunya, ayahnya, almarhum Sabirin, juga berperan besar dalam perkembangan Muhammadiyah di Kaltim.
“Ayah saya itu ketua Muhammadiyah, dan beliau mendirikan embrio untuk UMKT. UMKT itu sebelumnya adalah sekolah tinggi ilmu ekonomi Muhammadiyah,” jelasnya.
Kenangan masa kecil pun tak luput ia ceritakan. Ia ingat betul sering mengikuti aktivitas dakwah sang ibu.
“Waktu saya SMP, Ibu suka mendirikan majelis pengajian. Beliau itu senang sekali membuat majelis-majelis Aisyiyah, dan yang berceramah itu Ibu sendiri,” katanya.
Dari ibunya pula ia banyak belajar tentang kemampuan berbicara di depan umum.
“Saya lihat cara Ibu bicara,” tambahnya. Bahkan, ia menyebut sang Ibu lebih hebat dalam berpidato dibanding Ayahnya.
“Kalau dibandingkan Bapak, memang lebih hebat Ibu. Cara bicaranya, cara pidatonya, itu Ibu. Beliau luar biasa karena sekolah mualimah di Jogja,” katanya.
Di tengah kisahnya, Meiliana juga menuturkan pesan penting dari ayahnya yang selalu ia pegang hingga kini.
“Ayah saya selalu bilang, jangan hidup dengan Muhammadiyah, tapi hidupi Muhammadiyah.”
Atas pesan itulah, ia tidak pernah mengambil honor ketika mengajar.
“Saya pernah mengajar, tapi saya tidak pernah ambil honor. Kata ayah, berikan saja sama orang Muhammadiyah yang lebih membutuhkan,” kenangnya.
Ia kembali mengulang, “Hidupi Muhammadiyah, tapi tidak boleh mencari makan dari Muhammadiyah. Itu yang saya ingat betul dari Ayah saya,” katanya.
Selain pesan sang ayah, ia juga mengingat kuat nasihat ibunya agar selalu berbuat baik.
”Jangan menjolimi orang. Selalu memberikan manfaat kepada orang lain,” begitu pesan ibunya.
Kebiasaan ibunya dalam membantu amal usaha Muhammadiyah pun terus ia lanjutkan.
”Kalau saya lihat di masjid Muhammadiyah atau Aisyiyah ada tikar atau karpet kurang, saya kirim. Di pondok juga saya kirim makanan, terutama setiap ulang tahun saya. Apa pun saya selalu ingat,” katanya.
Meiliana juga menekankan salah satu warisan penting ibunya terkait sejarah berdirinya Gedung Wanita.
“Ibu saya mendirikan Gedung Wanita. Itu embrionya Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Kaltim,” tambahnya.
Ia mengakui bahwa inspirasi dari kedua orang tuanya membentuk sikap hidupnya hingga kini.
“Inspirasi dari Ayah dan Ibu itu sampai sekarang saya pegang. Saya selalu ingin berbuat kebaikan,” terangnya.
Terkait organisasi, Meiliana menegaskan bahwa dirinya tidak mengejar jabatan. “Kalau disuruh jadi ketua, saya tidak mau. Saya maunya jadi pembina saja,” jelasnya.
Dengan berbagai kisah yang disampaikannya, Meiliana berharap jejak perjuangan kedua orang tuanya dapat menjadi teladan bagi generasi Muhammadiyah selanjutnya, sekaligus menguatkan semangat dakwah dan pengabdian yang telah mereka wariskan untuk Kaltim.
