Samarinda, infosatu.co – Presiden Joko Widodo menyerahkan surat presiden (Surpres) dan draft RUU IKN kepada DPR RI beberapa waktu lalu. Penyerahan surat ini pun menjadi tanda bahwa proses pemindahan IKN memasuki tahap serius.
Menanggapi hal itu Asisten Pemkesra Setdaprov Kaltim HM Jauhar Efendi menuturkan bahwa persoalan masyarakat dapat menjadi urgensi dan ini harus diperhatikan pemerintah pusat.
Salah satu isu yang akan menjadi persoalan kelak, yaitu status desa yang berada di Kawasan Inti Pemerintahan Pusat (KIPP). Nantinya kata Jauhar, status desa ini akan berubah menjadi kelurahan.
“Hal ini bisa mengancam perangkat desa yang menjabat malah kehilangan pekerjaan,” ucap Jauhar, Kamis (7/10/2021).
Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), luas KIPP sekitar 5.644 hektare sedangkan kawasan IKN itu 56.181 hektare, lalu total keseluruhan luas IKN yakni 256.143 hektare.
Jauhar membeberkan bahwa di Kecamatan Sepaku Kabupaten PPU terdapat dua desa yang masuk kategori penyangga IKN yaitu Desa Bukit Raya dan Desa Bumi Harapan. Sementara 11 Desa lainnya masuk dalam area Delienasi (batas wilayah) IKN.
Di Kabupaten Kukar tepatnya di Kecamatan Loa Kulu, Loa Janan, Samboja, Samboja Barat dan Muara Jawa terdapat 11 desa yang masuk dalam delienasi IKN.
“Jumlah desa dan kelurahan di Kukar yang masuk Delienasi IKN lebih banyak ketimbang di Sepaku PPU,” ujarnya.
Selain itu, yang menjadi perhatian Jauhar yakni terkait isu tatanan penyelenggaraan pemerintah yang akan mengalami perubahan.
“Nantinya, sistem pemerintahan akan dijalankan oleh Badan Otorita yang ditunjuk langsung oleh Presiden,” bebernya.
Dengan penunjukkan langsung Kepala Badan Otorita maka proses pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan ditiadakan.
Menurutnya, sistem ini akan mengurangi partisipasi masyarakat pada pemerintahan. Pasalnya, seluruh jabatan dan proses pemerintahan sepenuhnya dipegang oleh Presiden.
“Soalnya kalau Badan Otorita, Kaltim tidak bisa banyak memberikan kontribusi terkait kemajuan IKN,” paparnya.
Sistem pemerintahan daerah khusus Ibu kota (DKI) yang saat ini digunakan di Jakarta merupakan yang paling cocok diterapkan. Itu karena masyarakat masih bisa terlibat aktif dalam pemerintahan. Pilkada dan Pileg pun tetap melibatkan partisipasi masyarakat.
“Sistem yang digunakan Jakarta saat ini lebih cocok karena masyarakat masih bisa berpartisipasi aktif,” terangnya.
Meski begitu, dalam tahapan persiapan pemindahan IKN yang tengah berjalan, Jauhar sepakat dengan pembentukan Badan Otorita saat ini.
Akan tetapi, saat proses pemindahan IKN sudah selesai, ia berharap sistem pemerintahan dapat berbentuk daerah khusus ibu kota (DKI).
“Kalau pada tahap persiapan, setuju dikelola oleh Badan Otorita. Saya berharap Pak Gubernur bisa ditunjuk sebagai Kepala Badan Otorira setingkat Menteri. Namun jika IKN terwujud, kita berharap jadi Provinsi DKI. Hal ini juga sejalan dengan pemikiran dosen Unibraw (Universitas Brawijaya),” katanya. (editor: irfan)