
Samarinda, infosatu.co – Ketidakhadiran Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) dalam dua rapat paripurna penting DPRD Kaltim, menuai komentar dari Anggota DPRD Kaltim, Muhammad Samsun.
Ia menilai, absennya dua pucuk pimpinan daerah dalam forum yang digelar pada Senin, 14 Juli 2025 lalu tersebut, dapat melemahkan sinergi antara eksekutif dan legislatif.
“Idealnya, gubernur dan wakil gubernur hadir dalam agenda penting seperti ini. Tapi ya kita maklumi, wakil gubernur juga punya banyak agenda kerakyatan,” ujar Samsun saat ditemui usai paripurna di Gedung DPRD Kaltim.
Paripurna ke-23 dan ke-24 DPRD Kaltim yang digelar berurutan hari itu membahas sejumlah isu krusial.
Paripurna ke-23 diisi dengan penyampaian pendapat gubernur terhadap Raperda inisiatif DPRD tentang Penyelenggaraan Pendidikan, serta pandangan umum fraksi terhadap Raperda usulan pemprov terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Sementara Paripurna ke-24 mengulas finalisasi perubahan Kamus Usulan Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) dalam RKPD 2025 dan mendengarkan sambutan gubernur yang pada akhirnya tidak disampaikan langsung karena ketidakhadiran kepala daerah.
Menurut Samsun, yang juga Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kaltim, ketidakhadiran kepala daerah secara langsung dalam forum sekelas paripurna menimbulkan kesan kurangnya komitmen terhadap proses politik yang inklusif dan akuntabel.
“Ini bukan soal simbolis. Forum paripurna itu titik temu penting antara eksekutif dan legislatif dalam membahas masa depan daerah,” katanya.
“Ketika yang hadir hanya tenaga ahli, rasanya kurang tepat secara etika kelembagaan,” tegasnya.
Ia menyayangkan bahwa pemerintah provinsi tidak mengutus pejabat struktural seperti Sekretaris Daerah atau para asisten untuk mewakili secara sah.
Padahal, kehadiran representatif dari unsur eksekutif menunjukkan keseriusan dalam menjalin hubungan yang konstruktif dengan DPRD sebagai mitra strategis pembangunan.
Samsun menjelaskan bahwa sesuai mekanisme pemerintahan, jika gubernur dan sekda berhalangan, setidaknya salah satu asisten pemerintahan bisa hadir menyampaikan pandangan resmi.
Ia menilai hal ini penting demi menjaga marwah forum dan menunjukkan penghormatan terhadap sistem ketatanegaraan.
“Kalau forum resmi hanya diisi pihak non-struktural, kita khawatirkan legitimasi pembahasan menjadi lemah. Ini preseden yang tidak baik untuk jalannya pemerintahan daerah ke depan,” ujar Samsun.
Ia berharap ke depan pihak Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur bisa lebih serius dan menghormati mekanisme formal dengan menghadirkan pejabat eselon dalam forum strategis, khususnya saat pembahasan Raperda dan agenda-agenda pokok pembangunan daerah.
“Kita butuh kemitraan yang setara dan saling menghargai antara eksekutif dan legislatif. Jangan sampai mekanisme formal dilemahkan oleh ketidakhadiran,” pungkasnya.