
Samarinda, infosatu.co – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mengeluarkan sejumlah catatan tajam dan rekomendasi strategis terhadap kinerja pemerintah daerah.
Kritik dan saran itu disampaikan oleh
Juru Bicara Fraksi Gerindra, Andi Muhammad Afif Rayhan Harun, dalam Rapat Paripurna ke-19.
Adapun agenda rapat, adalah penyampaian Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD terhadap Nota Keuangan dan Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024, Selasa 17 Juni 2025.
Salah satu sorotan utama Fraksi Gerindra adalah belum optimalnya dampak dari berbagai program rehabilitasi yang dibiayai melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) maupun dari sumber lain seperti Corporate Social Responsibility (CSR).
“Sudah direhabilitasi melalui APBD maupun sumber dana lainnya seperti CSR. Realisasi bantuan ini belum dirasakan maksimal,” ungkap Afif dalam forum tersebut.
Ia menilai, ketidakterasaan manfaat itu menandakan bahwa pelaksanaan kegiatan belum menyentuh akar kebutuhan masyarakat atau tak dikelola dengan pendekatan yang tepat sasaran.
Oleh karena itu, Fraksi Gerindra mendorong agar ke depan, setiap penganggaran berbasis riset yang lebih terstruktur.
Untuk itu, mereka mengusulkan adanya kemitraan aktif antara pemerintah dengan perguruan tinggi serta lembaga riset lokal, agar hasil kajian dapat diimplementasikan secara nyata dalam pembangunan daerah.
Afif kemudian menyinggung isu yang tak kalah penting, yakni tingginya angka Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran 2024 yang tercatat sebesar Rp2,597 triliun.
Besaran tersebut dinilai menjadi indikator kegagalan dalam pelaksanaan program kerja pemerintah.
“SiLPA yang tinggi menunjukkan program tidak berjalan optimal. Belanja pemerintah tertahan dan tidak menggerakkan ekonomi daerah,” katanya.
Fenomena ini, menurut Fraksi Gerindra, menunjukkan bahwa ada hambatan sistemik dalam penyerapan anggaran yang mestinya menjadi motor penggerak aktivitas perekonomian lokal.
Penundaan belanja berarti penundaan layanan publik dan tertahannya stimulus ekonomi yang semestinya bisa dirasakan masyarakat.
Lebih lanjut, fraksi ini menyoroti perlunya tindak lanjut serius terhadap seluruh temuan yang pernah dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Afif menekankan bahwa rencana aksi yang telah disusun pemerintah tidak boleh sekadar menjadi dokumen formal semata, melainkan harus diwujudkan dalam bentuk aksi nyata yang dapat dipantau dan diukur.
Fraksi Gerindra juga mendesak agar aparat pengawasan internal pemerintah daerah meningkatkan kualitas kerja mereka, terutama dalam mengawal pelaksanaan program dan penggunaan anggaran agar lebih tepat sasaran dan efisien.
Tak hanya itu, perhatian turut diberikan pada urgensi memperkuat kerja sama antara pemerintah daerah dan Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN), khususnya dalam aspek konektivitas wilayah dan penciptaan lapangan kerja.
Afif menggarisbawahi bahwa pembangunan IKN harus menjadi momentum strategis untuk memberdayakan tenaga kerja lokal secara terencana.
“Tenaga kerja lokal harus diutamakan dalam pembangunan IKN, melalui pelatihan bersertifikasi dan program keterampilan gratis,” tegasnya.
Fraksi Gerindra juga mengingatkan bahwa laporan pertanggungjawaban pemerintah daerah akan menjadi bahan evaluasi Kementerian Dalam Negeri.
Oleh karena itu, mereka mendesak agar penyusunan dokumen LKPJ dilakukan dengan merujuk pada pedoman teknis yang telah ditetapkan, agar memenuhi unsur transparansi dan akuntabilitas.
“Penyampaian laporan harus memenuhi standar akuntabilitas, legalitas, dan konsistensi agar tidak ada kekeliruan yang berulang di tahun berikutnya,” pungkas Afif.
Fraksi Gerindra menegaskan bahwa kritik mereka bukan semata untuk mencari celah, melainkan sebagai bagian dari upaya kolektif membangun tata kelola pemerintahan daerah yang sehat, adaptif, dan berpihak pada kepentingan rakyat.