Samarinda, infosatu.co – Polemik tunggakan upah karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD) Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) masih belum tuntas.
Hak itu terjadi semenjak 57 karyawannya belum menerima pembayaran sejak Januari 2025.

Eks karyawan menyebut manajemen sama sekali tidak menunjukkan itikad baik.
Hal itu menyusul setelah empat kali mangkir dari undangan DPRD Kaltim maupun mediasi Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Samarinda.
Kuasa hukum 57 eks karyawan RSHD, Rahmat Fauzi, menegaskan bahwa absennya manajemen di setiap forum resmi mencerminkan sikap menghindar.
“Empat kali dipanggil tidak hadir. Di mediasi Disnaker Kota pun tidak pernah datang. Itu bukti tidak ada itikad baik untuk bertemu eks karyawan,” ujarnya sesuai menghadiri rapat dengan pendapat di DPRD Kaltim, Rabu, 24 September 2025.
Menurut Rahmat, sejak Januari 2025, karyawan telah bersabar menunggu penyelesaian hak mereka.
Nota Kedua DPRD yang berlaku hingga 2 Oktober masih memberi ruang bagi manajemen untuk menyelesaikan persoalan secara damai.
Namun jika tak ada penyelesaian, jalur hukum akan ditempuh.
“Kalau tidak ada jalan keluar, terpaksa lanjut ke jalur hukum. Dari kami jalur perdata, sementara pidana menjadi kewenangan Disnakertrans melalui PPNS yang bisa diteruskan ke kepolisian maupun kejaksaan,” jelasnya.
Rahmat menambahkan, total kewajiban RSHD kepada karyawan dan eks karyawan mencapai Rp1,34 miliar.
Jumlah itu mencakup tunggakan upah pokok, denda keterlambatan gaji dan lembur, belum termasuk kekurangan UMK serta iuran BPJS yang juga belum dibayarkan.
“Kalau ditotal dengan BPJS dan UMK yang tidak sesuai, tentu lebih besar lagi. Itu hak normatif yang harus dipenuhi sesuai hasil pengawasan Disnaker,” katanya.
Sementara itu, salah satu eks karyawan, Rahma (24), yang pernah bekerja sebagai supervisor perawat, mengaku belum menerima upah sejak Januari hingga ia resmi keluar pada April 2025.
Ia menyesalkan tidak adanya komunikasi dari manajemen.
“Kontak kami bahkan diblokir, tidak bisa menghubungi siapa pun. Terakhir, mereka janji membayar pada 29 Agustus 2025 lewat surat yang ditempel di gedung. Tapi sampai sekarang tidak ada realisasi,” ungkapnya.
Rahma juga menyebut kecil kemungkinan hak mereka bisa segera dipenuhi, apalagi melihat kondisi aset rumah sakit yang sudah ditempeli plang penjualan.
Meski begitu, ia dan rekan-rekan tetap menaruh harapan agar manajemen membuka ruang dialog.
“Respon teman-teman sangat kecewa. Empat kali dipanggil DPRD saja tidak datang, apalagi kita? Etikatnya nol,” katanya.
“Kalau memang tidak ada jalan keluar, kami siap tempuh jalur hukum. Harapannya sederhana, hak kami harus dibayarkan,” tegasnya.