
Samarinda, infosatu.co – Program pendidikan tinggi gratis atau “Gratispol” milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) mendapat sambutan positif dari DPRD Kaltim.
Namun di balik antusiasme itu, muncul seruan penting untuk memperjelas dasar hukum serta kriteria penerima agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Nurhadi Saputra, mengungkapkan bahwa program tersebut menjadi sorotan warga karena dianggap masih menyisakan banyak pertanyaan.
Salah satunya soal siapa yang berhak menerima, dan apakah program itu berlaku untuk semua mahasiswa atau hanya kelompok tertentu.
“Kami sangat menyambut hangat program ini. Tapi jangan lupa, banyak dari kami di DPRD yang saat kampanye kemarin juga menjadi juru kampanye (jurkam). Ketika masyarakat menagih janji, tentu yang pertama kali ditanya adalah kami,” katanya.
“Bukan langsung ke gubernur,” kata Nurhadi saat ditemui di Gedung B DPRD Kaltim, Senin, 2 Juni 2025.
Nurhadi menekankan pentingnya komunikasi antara eksekutif dan legislatif, khususnya dalam aspek teknis pelaksanaan.
Ia menilai, perbedaan pemahaman antara program “Gratispol” dan beasiswa konvensional harus dijelaskan secara terbuka.
“Kalau beasiswa itu jelas ada indikator dan seleksinya. Tapi kalau gratis kuliah untuk semua, itu artinya semua masyarakat Kaltim bisa mengakses tanpa syarat. Ini harus ditegaskan agar tidak menimbulkan ekspektasi yang keliru,” imbuhnya.
Politikus muda ini juga menyoroti ketidakjelasan mengenai status mahasiswa aktif.
Ia mempertanyakan apakah mahasiswa yang kini sudah menempuh pendidikan di semester dua atau lebih juga akan mendapatkan bantuan.
“Bagaimana dengan mahasiswa semester dua, tiga, lima, atau delapan? Apakah mereka ikut mendapatkan fasilitas ini, atau hanya yang baru masuk? Inilah teknis yang sampai hari ini belum kami ketahui secara rinci,” tegasnya.
Ia mengungkapkan bahwa banyak anggota DPRD bahkan tidak mengetahui siapa yang menjadi tim teknis penyusun program ini.
Hal tersebut menurutnya memperlihatkan lemahnya koordinasi antarlembaga.
Nurhadi menyarankan agar program yang masuk dalam tujuh program unggulan Gubernur Kaltim ini segera diperkuat dengan Peraturan Daerah (Perda).
Hal ini diperlukan untuk menjamin keberlangsungan program di masa depan.
“Program ini bagus dan menyentuh langsung kebutuhan masyarakat. Tapi tanpa payung hukum yang kuat, dikhawatirkan pelaksanaannya tidak berkelanjutan,” katanya.
“Karena itu, kami mendesak agar dibuatkan Perda sebagai bentuk penguatan,” pungkas Nurhadi.