
Samarinda, infosatu.co – Insiden tongkang batu bara yang kembali menghantam Jembatan Mahakam I pada Sabtu, 26 April 2025 lalu, masih menjadi pembahasan serius bagi Anggota DPRD Kaltim, Jahidin.
Politisi PKB itu menekankan bahwa setiap komitmen ganti rugi dari perusahaan pelayaran harus memiliki landasan hukum yang kuat, bukan sekadar pernyataan lisan atau berita acara.
“Kalau memang mereka serius ingin bertanggung jawab, harus ada pernyataan resmi melalui notaris. Jangan hanya pernyataan bawah tangan yang kemudian disalin dalam berita acara, itu lemah secara hukum,” ujar Jahidin saat diwawancarai seusia Rapat Paripurna ke-14, Jumat, 23 Mei 2025.
Menurut Jahidin, pembuatan akta notaris sangat penting agar ada dasar hukum dalam upaya penegakan tanggung jawab perusahaan.
Hal ini menjadi krusial mengingat kerusakan berulang terhadap Jembatan Mahakam telah terjadi sebanyak 23 kali, dan sebagian besar belum disertai penyelesaian tuntas dari pihak pelaku usaha.
Kerusakan terbaru terjadi pada pilar keempat (P4) jembatan setelah tongkang batu bara lepas kendali akibat putusnya tali penarik (towing).
Meskipun perusahaan terkait menyatakan bersedia memperbaiki kerusakan dengan nilai estimasi Rp35 miliar, pelaksanaan di lapangan belum menunjukkan kemajuan berarti.
“Dari data Komisi I, sudah ada 23 insiden yang berdampak langsung pada struktur Jembatan Mahakam. Tapi tidak semua perusahaan memberikan jaminan tertulis atau benar-benar menjalankan kewajiban perbaikan yang telah dijanjikan,” tegas Jahidin.
Ia menyebut bahwa akta notaris juga memberikan posisi kuat bagi pemerintah untuk menyita aset perusahaan bila terjadi wanprestasi atau pengingkaran komitmen.
Menurutnya, pemerintah harus hadir dengan perangkat hukum yang kuat dan tegas demi perlindungan fasilitas publik.
Dalam rapat gabungan komisi sebelumnya, Jahidin juga telah mengusulkan agar penggunaan perjanjian bermaterai atau notaris menjadi standar wajib dalam kasus-kasus tanggung jawab kerusakan fasilitas umum, dan usulan tersebut telah dicatat oleh pimpinan DPRD Kaltim.
“Ini bukan soal menekan pelaku usaha, tapi memastikan perlindungan bagi kepentingan masyarakat luas. Kita tidak bisa terus-menerus dirugikan hanya karena kelalaian yang berulang. Negara harus hadir dengan perangkat hukum yang tegas,” ujarnya.
Jahidin menegaskan bahwa Jembatan Mahakam adalah infrastruktur vital yang menopang mobilitas warga dan aktivitas ekonomi Kaltim.
Kerusakan yang terus berulang bukan hanya membahayakan keselamatan publik, tapi juga memperburuk citra tata kelola pemerintah daerah dalam menjaga aset strategis.
“Jangan sampai masyarakat jadi korban karena tidak adanya jaminan yang mengikat dari perusahaan. Semua komitmen ganti rugi harus diikat dalam perjanjian hukum yang sah,” pungkas Jahidin.