infosatu.co
NASIONAL

Cerita Pengrajin Kok di Malang, Terpaksa Harus Impor Bahan Baku

Malang, infosatu.co – Shuttlecock sering digunakan para atlet bulutangkis dalam suatu turnamen di Indonesia maupun dunia. Pengrajin shuttlecock dapat dijumpai di Kabupaen Malang.

Rohman pria yang berusia 75 tahun, warga Jalan Keramat Dusun Ngepeh RT 08 RW 06 Kecamatan Karang Ploso, Kabupaten Malang, mulai merintis usahanya sejak tahun 80-an.

Dulunya Rohman bekerja sebagai buruh pabrik pembuat shuttlecock. Dengan modal nekat ia berinisiatif untuk membuat produk sendiri. Kini Rohman telah memiliki produknya yang diberi nama Kendedes dan Scorpion.

Usaha yang ia dirikan ini, kini sudah berkembang besar dan sudah dipasarkan ke seluruh Indonesia. Namun, untuk bahan bakunya sendiri Ia mengaku harus mengimpor dari Taiwan.

“Sebenarnya di Indonesia juga tersedia bahan baku untuk pembuatan shuttlecock. Namun kualitas bulu angsanya juga lebih baik dibandingkan hasil impor. Jumlahnya yang terbatas sehingga kami memakai bulu dari Taiwan,” ungkap bapak tiga anak ini, Sabtu (11/6/2022).

Untuk proses pembuatan shuttlecock sendiri dimulai dengan cara pemilihan bulu. Bulu shuttlecock terbagi jadi 3 macam dengan code B1 kualitas no.1 biasa juga disebut oleh pengrajin dengan sebutan bulu tebal. Bulu B2 biasa disebut dengan bulu super, dan bulu B3 disebut dengan bulu kecil. Bahan baku bulu ini didapatkan dari impor atau dari para pencari bulu lokal.

Proses berikutnya, pemotongan bulu dengan alat pemotong khusus yang biasa disebut dengan mesin plong. Proses ini dilakukan agar menghasilkan bulu dengan bentuk dan ukuran yang seragam. Selanjutnya menyiapkan kepala shuttlecock. Melubangi gabus dengan bor, fungsi dari lubang ini nantinya untuk digunakan sebagai lubang dari bulu angsa.

“Gabus shuttlecock ini dibentuk lingkaran dengan diameter 25-28 mm. Umumnya terbuat dari bahan kayu atau dari bahan spon gabus. Sedangkan bahan ini masih menggunakan bahan impor dari Taiwan karna bahan baku kayunya tidak ada di Indonesia,” ujar Rohman.

Selanjutnya adalah pemasangan bulu ke dalam lubang gabus shuttlecock. Bulu angsa yang bengkok harus diluruskan agar menghasilkan bulu yang lurus. Karena bulu angsa yang bengkok di khwatirkan akan mengganggu arah laju shuttlecock saat di udara.

Tahap berikutnya adalah menjahit. Dalam proses jahit ini hanya bisa gunakan alat jahit bentel. Pertama bola diikat diputar bagian bulu kemudian bola tadi dijahit tepat di sela bulu dengan menarik bola yang berada di dalam keluar menggunakan sticker bentel.

Lem yang dipakai untuk shuttlecock haruslah memiliki daya rekat yang tinggi. Berbagai lem yang digunakan Rohman seperti lem K-Poxy clear 21. Lem ini untuk perekat dan pengeras tangkai bulu. Berbagai lem dari perusahaan C’ketz juga memiliki kualitas yang sama seperti waterbord 2-K, clear epoxy, dan K-one hard.

“Setelah selesai pengeleman, lalu dites sebuah shuttlecock bagus apabila dipukul dengan raket tangan di bawah pinggang meluncur dengan lurus di udara tanpa gerakan melenceng ke kiri kanan,” tutur Rohman.

Menurut Rohman, terdapat dua ukuran speed yaitu 77 dan 78. Speed 78 banyak digunakan di daerah yang suhunya panas seperti Jakarta dan Surabaya. Sedangkan untuk daerah yang suhunya dingin seperti Bandung dan Malang banyak menggunakan dengan speed 77.

“Seusai dites berdasarkan speednya, kemudian kok akan diberikan label merk lalu dikemas, ” bebernya.

Untuk harga per slopnya Rohman mematok harga antara Rp55 ribu – Rp60 ribu. Ia mengambil untung Rp5 ribu bersih tiap slopnya.

“Ya alhamdulillah, omzet kami seekitar Rp180 juta per bulan,” tutupnya.

Shuttlecock Kendedes dan Scorpion sendiri sudah dipasarkan di berbagai daerah di Indonesia. Produksi shuttlecock juga digunakan dalam turnamen-turnamen bulutangkis dalam negeri.

Related posts

Indosat Peringati Harpelnas Manjakan Pelanggan dengan Promo dan Hadiah Eksklusif

Emmy Haryanti

Meriah, Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Musala Fajar Shodiq Krapyakrejo

Zainal Abidin

Bom Molotov Guncang Pos Lantas Pandaan, Pelaku Terancam 12 Tahun Penjara

Zainal Abidin

Leave a Comment

You cannot copy content of this page