Samarinda, infosatu.co – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) Abdul Muin, menegaskan bahwa demokrasi tidak boleh berhenti pada tataran prosedural atau normatif semata.
Menurutnya, demokrasi prosedural hanya sebatas memenuhi aturan formal seperti adanya pemilu, TPS dan perhitungan suara namun belum tentu menghasilkan keadilan.
Sementara demokrasi substansial menekankan makna dan kualitas: pemilu harus benar-benar jujur, adil, transparan, serta menghadirkan keadilan sosial bagi rakyat.
“Indikator suksesnya demokrasi adalah ketika pemilu tidak hanya berjalan sesuai aturan, tapi juga substansial,” katanya.
“Artinya, rakyat merasa dilibatkan secara setara, suara mereka tidak dimanipulasi, dan hasilnya berpihak pada kepentingan masyarakat,” jelas Abdul Muin.
Hal itu disampaikan dalam kegiatan Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu bersama mitra kerja di Hotel Harris Samarinda, Senin, 25 Agustus 2025.
“Indikator suksesnya demokrasi itu bukan hanya berhasil menyelenggarakan pemilu secara struktural atau normatif,” katanya.
“Tetapi juga bagaimana substansinya terjaga. Demokrasi harus bermakna, bukan sekadar formalitas lima tahunan,” tegas Muin.
Ia mengakui, dinamika politik belakangan ini, termasuk sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK), menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga pengawas.
Karena itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) pengawas Pemilu dianggap mutlak agar Bawaslu tidak hanya hadir sebagai lembaga formal, tetapi juga mampu menjaga substansi demokrasi.
“Kalau SDM kita kuat, pengawasan bisa maksimal. Tapi kalau lemah, demokrasi pun rapuh. Itulah kenapa kegiatan ini penting, agar jajaran pengawas semakin handal,” tambahnya.
Muin juga menekankan bahwa keberhasilan pemilu tidak hanya ditentukan oleh kinerja Bawaslu, melainkan juga dukungan seluruh pemangku kepentingan.
Mulai dari pemerintah daerah, aparat keamanan, partai politik, organisasi masyarakat sipil, hingga media massa.
“Kesuksesan pemilu tidak hanya bergantung pada pengawas. Semua stakeholder harus ikut mengawal,” katanya.
“Kalau semua bergerak, kita bisa memastikan pemilu berjalan jujur, adil, dan tetap bermartabat,” jelasnya.
Ia berharap, kegiatan penguatan kelembagaan ini mampu melahirkan pola sinergi baru antara Bawaslu dan para mitra strategis.
Dengan demikian, masyarakat tidak hanya memandang Bawaslu sebagai “penjaga aturan”.
Tetapi juga sebagai garda terdepan dalam memastikan nilai demokrasi tetap hidup dalam setiap kontestasi politik.
“Demokrasi itu bukan sekadar kotak suara dan perhitungan suara. Demokrasi adalah bagaimana rakyat benar-benar punya suara, dan suara itu dijaga substansinya,” pungkas Muin.