
Samarinda, infosatu.co – Anggota DPRD Kota Samarinda Kalimantan Timur (Kaltim) Anhar menegaskan pentingnya pemerataan anggaran pembangunan pendidikan di seluruh wilayah kota.
Terutama bagi kecamatan-kecamatan yang selama ini kurang mendapat perhatian.
Menurutnya, ketimpangan dalam alokasi dana untuk sektor pendidikan semakin memperlebar jurang kualitas antara sekolah di pusat kota dan wilayah pinggiran.
“Kita melihat masih ada ketimpangan dalam penyaluran anggaran pembangunan sekolah. Kecamatan seperti Palaran yang justru sangat membutuhkan hanya kebagian sebagian kecil dari total anggaran,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti distribusi anggaran pembangunan fisik sekolah tahun 2025 yang mencapai Rp317 miliar.
Dari jumlah tersebut, diketahui Kecamatan Palaran hanya mendapat sekitar Rp10 miliar. Jumlah yang hanya cukup membiayai pembangunan satu SD dan satu SMP.
Hal itu pun sangat disayangkan, lantaran sekolah yang ada di pusat kota menerima alokasi anggaran jauh lebih besar, sementara di wilayah pinggiran banyak sekolah masih kekurangan ruang kelas, sarana pendukung, bahkan tenaga pendidik yang memadai.
“Kalau kita lihat SMPN 50 di Palaran, kondisinya masih sangat terbatas. Sementara sekolah-sekolah lain di pusat kota mendapatkan anggaran besar untuk rehabilitasi maupun pembangunan baru. Ini tidak adil,” tuturnya.
Ia menambahkan, kondisi tersebut berdampak langsung terhadap minat orang tua untuk menyekolahkan anak di sekolah sekitar.
Banyak warga di pinggiran kota memilih mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah yang lebih lengkap fasilitasnya di kawasan kota, meski harus menempuh jarak lebih jauh.
“Ini akhirnya berpengaruh ke sistem zonasi juga. Ketika sekolah-sekolah di pinggiran tidak punya daya saing, siswa akan pindah ke sekolah yang dianggap favorit, dan itu justru menimbulkan masalah baru,” jelasnya.
Anhar mendorong Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) dan Pemkot Samarinda untuk melakukan penataan ulang skema alokasi anggaran, agar distribusi pembangunan lebih berkeadilan dan tidak timpang antar wilayah.
“Semua kecamatan punya hak yang sama untuk mendapat fasilitas pendidikan yang layak. Jika infrastruktur merata, tidak akan ada lagi keharusan orang tua memindahkan anak ke sekolah yang jauh. Ini bukan sekadar soal pembangunan fisik, tapi soal prinsip keadilan sosial,” pungkasnya.