
Samarinda, infosatu.co – Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis, menyuarakan desakan tegas agar kontrak kerja sama dengan PT Timur Borneo Indonesia (TBI) dicabut.
Desakan ini muncul setelah terungkap dugaan pelanggaran berat dalam pengelolaan Hotel Royal Suite di Balikpapan.
Hotel yang dibangun dengan dana APBD sebesar Rp60 miliar tersebut kini menjadi sorotan karena diduga dialihfungsikan tanpa izin dan menunggak kewajiban keuangan kepada pemerintah daerah.
Dalam pernyataannya Ananda menyebut manajemen PT TBI tidak menunjukkan keseriusan dan telah mencederai kepercayaan publik.
“Hotel dibangun dari APBD, uang rakyat. Tapi pihak manajemen ini enggak serius, sudah dikasih kesempatan untuk beroperasi, banyak perjanjian yang enggak dijalankan,” tegasnya pada Senin, 19 Mei 2025.
Dugaan pelanggaran yang diungkap meliputi tidak berjalannya skema bagi hasil 20 persen, kewajiban pembayaran rutin yang tidak dipenuhi, hingga perubahan fungsi kamar menjadi fasilitas hiburan malam seperti karaoke dan bar beralkohol tanpa persetujuan resmi.
“Kalau saya, sebaiknya kita cari manajemen yang lebih serius untuk mengelola tempat tersebut. Kalau begini cara mainnya, lebih baik dicabut saja,” lanjut Ananda.
Politisi PDI Perjuangan itu juga mengecam sikap manajemen yang tidak hadir dalam mediasi yang diadakan Pemerintah Provinsi Kaltim, menilai ketidakhadiran tersebut sebagai bentuk ketidakhormatan terhadap institusi pemerintah.
“Saya dengar sewaktu dipanggil sama Pemprov enggak datang. Wah ini manajemen macam apa?” katanya geram.
Menanggapi kemungkinan pemutusan kontrak, Ananda menyerahkan prosesnya kepada jalur hukum.
Ia menyebut DPRD melalui Komisi I telah melaksanakan rapat dengar pendapat (RDP) dan salah satu rekomendasinya adalah pencabutan kontrak kerja sama dengan PT TBI.
“Dari DPRD sudah dilakukan RDP melalui Komisi I, salah satu rekomendasinya adalah mencabut kontrak,” ujar Ananda.
Ia juga mendorong Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kaltim untuk segera melakukan pendataan menyeluruh terhadap aset provinsi yang mengalami wanprestasi, termasuk Hotel Royal Suite.
“Ini harus jadi pembelajaran bahwa aset negara tidak boleh dipermainkan. Uang rakyat harus dikelola dengan tanggung jawab,” tegasnya.
Sebelumnya, Komisi I DPRD Kaltim menemukan bahwa pengelola hotel menunggak pembayaran senilai hampir Rp18 miliar sejak 2018.
Selain itu, sebagian kamar diduga telah diubah menjadi tempat karaoke dewasa dan bar beralkohol. Legalitas izin karaoke pun belum jelas hingga kini.