Samarinda, infosatu.co – Hari Buruh Internasional yang biasa disebut Mayday jatuh pada tanggal 1 Mei. Peringatan Mayday menjadi sebuah refleksi perjuangan kaum buruh dalam mencapai keberhasilan hak-haknya.

Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi BEM se-Samarinda pun melakukan orasi di Simpang 4 Lembuswana Sabtu (1/5/2021) sore.
Kurang lebih sebanyak 100 mahasiswa turun ke jalan sebagai pernyataan sikap memperingati Mayday mewakili seluruh buruh di Kaltim, khususnya Kota Samarinda.
Humas Aksi BEM se-Samarinda Ikhsan Novardi menerangkan bahwa persoalan buruh masih menjadi masalah beberapa tahun belakang ini.
Indonesia yang tergabung dalam G20, forum internasional terdiri dari 20 negara telah mendiskusikan kebijakan terkait stabilitas ekonomi global yang menghasilkan 4 kesepakatan.
“Salah satunya jaminan kesejahteraan sosial buruh ternyata belum terimplementasi dengan baik,” ungkapnya.

Masalah jumlah pengangguran yang semakin meningkat setiap tahunnya ditambah dengan kondisi Covid-19 mencatat ada sekitar 2,56 juta penduduk menjadi pengangguran.
Dengan tambahan tersebut, jumlah pengangguran di Indonesia menjadi 10,58 juta orang. Lanjutnya, disahkannya UU Cipta Tenaga Kerja semakin menambah bencana bagi tenaga kerja atau buruh di Indonesia.
“Dalam perumusan, kebijakan tidak mengedepankan azas pembentukan UU yaitu kejelasan rumusan, kedayagunaan, dan partisipasi publik,” jelasnya.
Selain itu, dihapusnya kewajiban memperoleh izin dari menteri atau pejabat dalam mempekerjakan serta penghapusan alih teknologi dan alih keahlian tenaga kerja asing.
“Hal tersebut akan berdampak pada pengurangan penyerapan tenaga kerja dalam negeri,” paparnya.
Tidak hanya itu, persoalan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang mengatur kedudukan atau jabatan, upah, tunjangan, serta fasilitas kerja tidak lagi mengatur batasan waktu bagi skema kontrak kerja.

“Ahli daya (Outsourcing) yang dibatasi hanya untuk pekerjaan di luar kegiatan produksi,” ucapnya.
Selanjutnya, dalam hal pemutusan hubungan kerja (PHK), perusahaan dapat melakukan PHK dengan alasan efisiensi tenaga kerja.
“Penghapusan sanksi pidana bagi perusahaan yang tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program pensiun juga menyebabkan hilangnya bentuk perlindungan pemenuhan hak-hak pekerja atau buruh,” terangnya.
Ikhsan menambahkan, alih-alih memperkuat pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan, UU Cipta Tenaga Kerja justru semakin merugikan pekerja.
Oleh sebab alasan tersebut, Aliansi BEM Se-Samarinda menuntut agar pemerintah mencabut UU Cipta Kerja.
“Stop PHK secara sepihak, perusahaan harus menjamin THR untuk buruh sekitar 7 hari sebelum hari raya. Jamin kesejahteraan hak-hak buruh kontrak, alih daya dan outsourcing,” tegas Ikhsan.
Aliansi BEM se-Samarinda mendorong adanya transparansi dan pelibatan masyarakat serta pihak-pihak terkait dalam perumusan kebijakan publik.
Menurutnya, sebuah negara yang maju tergantung pada tingkat kesejahteraan buruh atau tenaga kerjanya.
“Konstitusi kita telah mengamanatkan pada pasal 27 (2) dan pasal 28D (2) UUD 1945 menjamin hak untuk bekerja dan mendapatkan imbalan serta perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja merupakan hak asasi yang konstitusional,” katanya. (editor: irfan)