Jakarta, infosatu.co – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menyatakan bahwa literasi keagamaan lintas budaya memiliki peran penting dalam masyakat dunia. Sebab, keberadaannya semakin multikultural dan saling terkoneksi satu dengan yang lain.
Untuk itu, Kemenkumham bersama the Leimena Institute bekerja sama untuk menyelenggarakan pelatihan bagi para guru di tanah air tentang literasi keagamaan lintas budaya.
“Dengan pemahaman dan penghormatan yang semakin tinggi terhadap perbedaan, maka masyarakat dapat menjadi lebih inklusif dan harmonis,” ungkapnya dalam acara Konferensi Internasional Literasi Keagamaan Lintas Budaya bertajuk Martabat Manusia dan Supremasi Hukum untuk Masyarakat yang Damai dan Inklusif di Hotel Kempinski, Senin (13/11/2023).
Ia mengatakan, penyelenggaraan Konferensi Literasi Keagamaan Lintas Budaya bertujuan meningkatkan kesadaran publik. Terutama, tentang pentingnya kolaborasi umat beragama yang dilandasi saling menghormati di antara masyarakat yang berbeda agama dan keyakinan.
“Kami menempatkan isu kebebasan beragama sebagai hal yang teramat penting karena Indonesia merupakan bangsa yang sangat beragam,” ucapnya.
Namun demikian, diakui Yasonna, masih akan selalu ada pihak-pihak yang intoleran dan radikal. Pada konteks tersebut, maka supremasi hukum memiliki peran penting untuk menjamin dan menghormati hak setiap warga negara.
“Pada September lalu, Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Peraturan ini bertujuan memperkuat harmoni dan persatuan antarumat beragama di tanah air,” terangnya.
Lebih lanjut, Menkumham juga menyinggung keterkaitan antara upaya mendorong kebebasan beragama dan perdamaian dunia. Menurutnya, kedua upaya tersebut mesti berjalan beriringan.
“Indonesia secara aktif mendorong dialog antar umat beragama baik di tataran nasional maupun internasional dengan maksud untuk meningkatkan toleransi, penghormatan, pemahaman, dan empati,” jelasnya.
Karena itu, Yasonna berharap agar para peserta pada forum tersebut dapat saling berbagi pandangan dan pengalaman terbaik. Tujuannya memajukan literasi keagamaan lintas budaya dan martabat manusia dalam masyarakat yang beragam.
“Melalui kegiatan ini, kita dapat berkontribusi pada upaya bersama untuk mendorong masyarakat yang lebih toleran dan inklusif,” terangnya.
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (Dirjen HAM) Dhahana Putra, mengungkapkan bangsa Indonesia telah terbiasa untuk hidup berdampingan dalam keberagaman dan semangat persaudaraan.
Kendati demikian, Dirjen HAM mengakui masih terdapat sejumlah pekerjaan rumah terkait isu toleransi beragama di tanah air. Pasalnya, merujuk kepada Indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB), indikator toleransi di tanah air masih berada pada 68,7.
“Skor tersebut menunjukan masih ada permasalahan intoleransi dan perlunya intervensi untuk meningkatkan situasi tersebut, antara lain dengan literasi keagamaan lintas budaya dan penguatan moderasi beragama,” jelasnya.
Guna mendorong upaya peningkatan toleransi beragama di tanah air, Dhahana menyatakan Kemenkumham melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) HAM mengeluarkan sejumlah regulasi. Di antaranya, Peraturan Menkumham (Permenkumham) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Kriteria Kabupaten Kota Peduli HAM yang telah memasukan indikator hak atas keberagaman.
Selain itu, bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kemenkumham telah mengesahkan peraturan bersama Menkumham dan Mendagri Nomor 20 dan 77 Tahun 2012 tentang Parameter HAM dalam Pembentukan Produk Hukum Daerah.
“Peraturan ini bertujuan untuk mencegah munculnya produk hukum daerah yang intoleran dan diskriminatif,” jelasnya.